Harian Kompas     24 May 2021

Insentif Menggerakkan “Lokomotif”

Perlu ditilik lagi kekuatan sektor properti sebagai ”lokomotif” perekonomian nasional. Akhir Mei, relaksasi pajak pembelian properti sudah berjalan tiga bulan. Pengembang meyakini, “Inilah saatnya berinvestasi rumah!”

Sejak diberlakukan 1 Maret 2021, relaksasi pajak pembelian properti bak angin segar. Bagaimana tidak, insentif pajak dengan persyaratan khusus agar tepat sasaran ini sekaligus mendorong pemulihan ekonomi melalui sektor properti. Masalahnya, insentif ini hanya berlaku untuk rumah siap huni. Bagaimana dengan rumah inden?

Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/KMK/010/2021, insentif pajak itu hanya ditanggung pemerintah selama enam bulan untuk masa pajak 1 Maret-31 Agustus 2021. Mekanismenya, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ditanggung pemerintah dengan besaran 100 persen atas penyerahan rumah tapak atau rumah susun seharga paling tinggi Rp 2 miliar. Adapun untuk harga rumah tapak atau rumah susun di atas Rp 2 miliar hingga Rp 5 miliar, PPN yang ditanggung pemerintah sebesar 50 persen.

Dengan relaksasi pajak tersebut, praktis hanya pengembang yang memiliki rumah atau apartemen siap huni yang bisa menikmatinya. Di sisi lain, belakangan ini kalangan pengembang juga melihat bahwa proses pembelian properti membutuhkan waktu. Ujung-ujungnya timbul permintaan perpanjangan masa relaksasi pajak tersebut.

Di sisi lain, ketersediaan rumah siap huni juga terbatas. Oleh karena itu, perluasan kebijakan relaksasi PPN untuk rumah inden dipandang perlu. Perluasan kebijakan ini akan mendorong dampak lebih kuat lagi di sektor properti. Syarat lain yang tak kalah penting: vaksinasi terus berjalan dan pandemi mulai mereda. Kenaikan kasus pandemi di sejumlah negara dikhawatirkan bakal kembali memukul perekonomian nasional, termasuk di sektor properti.

Dampak kebijakan insentif PPN properti tersebut secara temporer sangat positif untuk rumah siap huni, meski banyak pula yang belum mengetahuinya. Berdasarkan survei Indonesia Property Watch per 31 Maret 2021, sebesar 64,5 persen masyarakat belum mengetahui kebijakan tersebut. Pelaku bisnis properti tampaknya perlu mensosialisasikan lebih baik.

Dampak kebijakan insentif PPN properti tersebut secara temporer sangat positif untuk rumah siap huni, meski banyak pula yang belum mengetahuinya.

Meski banyak yang belum tahu informasi ini, penjualan rumah siap huni di Jabodetabek di triwulan I-2021 mencapai 661 persen saat kebijakan baru berjalan satu bulan. Peningkatan penjualan dialami beberapa pengembang besar yang memiliki rumah siap huni. Sementara kepemilikan rumah siap huni pengembang menengah-bawah sangat terbatas, bahkan nyaris belum siap. Sebagian pengembang mempercepat pembangunan rumah demi mengejar batas waktu siap huni sampai serah terima 31 Agustus 2021.

Namun, perlu dicermati bahwa peningkatan penjualan rumah siap huni ini tidak diikuti pada penjualan rumah inden di kawasan DKI Jakarta dan sekitarnya yang justru turun 4,9 persen. Kalau saja perluasan cakupan kebijakan relaksasi pajak ini diterapkan, diyakini makin kuat kontribusi sektor properti pada pemulihan ekonomi nasional.

Mengutip studi Universitas Indonesia pada 2011, properti merupakan salah satu lokomotif pembangunan ekonomi nasional. Apabila sektor properti bertumbuh, sebanyak 37 industri pendukung dan lebih dari 170 industri barang dan jasa akan ikut bergerak.

Berdasarkan perhitungan di atas kertas, masa 6-9 bulan sebetulnya cukup untuk membangun rumah massal yang bersifat inden. Terlebih lagi, daya dorong sektor properti bakal semakin kuat jika pemerintah merealisasikan rencana pengampunan pajak jilid dua. Walaupun relaksasi PPN yang ditanggung pemerintah hanya mencapai nilai penjualan maksimal Rp 5 miliar, bidikan penggerak geliat properti bisa diperoleh dari konsumen super papan atas yang mengincar properti senilai di atas Rp 10 miliar.

Hal yang perlu perlu dilihat bukanlah sekadar prospek penjualan rumah inden atau siap huni, melainkan efek ikutan dari pembangunan properti dalam mempercepat pemulihan ekonomi nasional.

Tax News

Search




Exchange Rates

Mata Uang Nilai (Rp.)
EUR 17068.99
USD 15710
GBP 19949.11
AUD 10293.61
SGD 11699.88
* Rupiah

Berlaku : 27 Mar 2024 - 2 Apr 2024