Harian Bisnis Indonesia     20 Aug 2021

Teropong Pajak Masih Gelap

Bisnis, JAKARTA — Kalangan pemerhati dan pakar pajak meneropong kans pencapaian target yang ditetapkan oleh pemerintah pada tahun depan masih gelap. Musababnya, pertumbuhan pajak pada 2022 berpotensi sangat tinggi sejalan dengan kecilnya peluang pemerintah untuk merealisasikan target pada tahun ini. 

Berdasarkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022, target penerimaan pajak pada tahun depan ditetapkan senilai Rp1.262,9 triliun.

Angka itu naik sebesar 10,5% dari outlook penerimaan pajak pada tahun ini yang diperkirakan Rp1.142,5 triliun.

Adapun, target pajak pada 2021 menurut estimasi pemerintah naik 6,5% dibandingkan dengan capaian pada tahun lalu.

Permasalahannya, peluang untuk merealisasikan target dalam outlook 2021 itu cukup kecil sejalan dengan beratnya tekanan varian baru Covid-19 yang menghambat pergerakan ekonomi. (Bisnis, 19/8).

Jika sasaran pada tahun ini meleset, target pertumbuhan pajak pada tahun depan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan estimasi pemerintah yang sebesar 10,5%.

Pemerhati pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar memproyeksikan, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 4,9%, penerimaan pajak pada tahun ini hanya tumbuh sebesar 2,6% dibandingkan dengan capaian tahun lalu yang senilai Rp1.072,1 triliun.

Artinya, realisasi penerimaan pajak pada tahun ini hanya berada pada angka Rp1.099,9 triliun. Dengan demikian, pertumbuhan target penerimaan pajak pada tahun depan mencapai 14,81%.

Adapun, pakar pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji menghitung, target pertumbuhan pajak sebesar 6,5% pada 2021 cukup masuk akal.

Akan tetapi, angka itu belum memperhitungkan adanya tekanan ekonomi yang diakibatkan oleh merebaknya pandemi Covid-19. Dengan kata lain, target pertumbuhan 6,5% pada 2021 berisiko meleset. 

Jika hal ini terjadi, pertumbuhan penerimaan pajak pada 2022 berpotensi lebih tinggi dibandingkan dengan proyeksi pemerintah.

Sementara itu, berdasarkan penghitungan Bisnis, pertumbuhan penerimaan pajak pada 2022 mencapai 15%. Estimasi itu diperoleh dengan menggunakan asumsi penerimaan selama Juli—Desember 2021 tidak jauh berbeda dibandingkan dengan periode sama pada 2020.

Pada semester II/2020, total penerimaan pajak tercatat Rp540,39 triliun. Dengan menggunakan asumsi tersebut, maka perkiraan penerimaan pajak sepanjang tahun ini hanya Rp1.098,1 triliun.

Namun yang perlu diperhatikan, estimasi tersebut tergolong angka optimistis. Pasalnya, kendati pada 2020 Indonesia juga menghadapi pandemi Covid-19, tantangan pada tahun ini makin berat menyusul serangan varian Delta.

Hal ini berimplikasi pada Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) secara ketat sejak awal kuartal III/2021. 

Akibatnya, roda perekonomian macet dan pungutan pajak kian seret. Terkait dengan target pajak 2022, Fajry menilai pemerintah terlampau ambisius mengingat dunia usaha belum sepenuhnya pulih setelah menghadapi resesi sejak 2020.

“Kami melihat target penerimaan pajak masih terlalu optimistis melihat aktivitas dunia usaha yang belum sepenuhnya pulih dan juga kebijakan penurunan tarif PPh [Pajak Penghasilan] Badan,” katanya kepada Bisnis, Kamis (19/8).

TANTANGAN

Fajry menilai, melakukan optimalisasi penerimaan tanpa mengganggu pemulihan ekonomi menjadi tantangan tersendiri pada tahun depan. Terlebih pemerintah masih menerapkan strategi usang untuk mendulang penerimaan.

Di antaranya perluasan basis pemajakan, perluasan kanal pembayaran, penegakan hukum yang berkeadilan, dan evaluasi pemberian insentif sejalan dengan pemulihan ekonomi. 

Dia menambahkan, meski dalam konteks perluasan basis pajak, optimalisasi perlu dilakukan pada sektor yang benar-benar sudah pulih dan terhadap wajib pajak yang tidak terdampak pandemi Covid-19.

“Jangan sampai optimalisasi mengorbankan tingkat kepatuhan wajib pajak yang selama ini telah patuh serta jangan sampai mengorbankan tingkat kepercayaan wajib pajak terhadap otoritas,” ujarnya.

Adapun Bawono mencatat, ada tiga kunci akselerasi penerimaan tahun depan. Pertama, keberhasilan pemerintah dalam mengelola isu kesehatan sehingga bisa membuka ruang aktivitas ekonomi yang lebih luas.

Kedua, prospek penerapan revisi Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagai instrumen konsolidasi fiskal yang sejalan dengan teori dan praktik internasional.

“Ketiga, optimalisasi administrasi pajak melalui teknologi informasi,” kata Bawono. Direktur Eksekutif MUC Tax Research Institute Wahyu Nuryanto menyatakan, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 5% dan inflasi 3%, idealnya pertumbuhan alamiah pajak sebesar 8%. “Jika targetnya di atas pertumbuhan alami maka ada extra effort yang harus dilakukan,” kata Wahyu.

Otoritas fiskal pun sebenarnya cukup pesimistis dengan pencapaian target penerimaan pajak pada tahun depan. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penerimaan pajak pada 2022 masih belum berada pada level normal mengingat adanya relaksasi tarif dan tebaran insentif. 

“Kebetulan PPh Badan akan kembali turun sebesar 20%. Ini yang menyebabkan kenapa penerimaan pajak tidak kuat,” kata Menkeu.

Tax News

Search




Exchange Rates

Mata Uang Nilai (Rp.)
EUR 17068.99
USD 15710
GBP 19949.11
AUD 10293.61
SGD 11699.88
* Rupiah

Berlaku : 27 Mar 2024 - 2 Apr 2024