Harian Bisnis Indonesia       
						 26 Aug 2019
							
						 
						Restitusi dalam Pusaran Korupsi
				  
				
											Penetapan empat pegawai pajak dan seorang komisaris di PT Wahana Auto Ekamarga (WHE) menambah daftar panjang perselingkuhan antara petugas pajak dan pengusaha terkait dengan restitusi.
Skandal tersebut juga menegaskan hipotesis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyebut restitusi sebagai salah satu titik rawan korupsi di sektor perpajakan.
Sejak lama, proses pencairan restitusi memang menjadi sorotan. Pencairan restitusi justru kerap berujung suap antara petugas pajak dengan pengusaha.
Ada banyak kasus yang mencuat mulai dari PT WHE, skandal suap eks Ditgakum Ditjen Pajak Handang Soekarno, hingga kasus pemerasan terhadap PT EDMI yang juga terkait pencairan restitusi. Menariknya, ketiga korporasi tersebut merupakan penanaman modal asing (PMA).
Khusus kasus PT WHE, sebelum diungkap KPK, pihak Kementerian Keuangan sebenarnya telah melakukan penindakan terhadap empat orang pegawainya. Dua orang sudah dikenakan hukum disiplin, dan dua lainnya dibebastugaskan.
Adanya dugaan pidana korupsi berupa penyuapan dalam perkara empat pegawai pajak itu membuat lembaga antikorupsi turun tangan dan menetapkan empat pegawai pajak dan seorang komisaris PT WHE sebagai tersangka. 
“Alih-alih perusahaan membayar pajak ke negara, justru negara yang harus membayar klaim kelebihan bayar pada perusahaan,” ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, belum lama ini.
Terlepas bagaimana kasus ini berjalan, upaya akal-akalan pajak PT WHE ini mirip dengan perkara penyuapan terhadap Handang Soekarno, eks Kasubdit Bukper Ditgakum Ditjen Pajak. Handang ditangkap KPK seusai menerima angpau dari Ramapanicker Rajamohanan Nair, Country Director PT EK Prima Ekspor Indonesia.
Modusnya sama yakni dengan membantu permasalahan pajak korporasi. Di pengadilan, saat Handang disidang terungkap bahwa dia tak hanya mengurus tax amnesty yang ditolak, tapi juga soal pengajuan restitusi hingga bukper yang sebenarnya tengah dilakukan di KPP PMA Enam Kalibata.
Bedanya dengan skandal PT WHE, dalam dokumen dakwaan KPK, kasus ini menyeret sejumlah pejabat di otoritas pajak dan orang penting. Mulai dari eks Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi, M. Haniv yang waktu itu menjabat Kakanwil DJP Jakarta Khusus, hingga ipar Presiden Joko Widodo, Arif Budi Sulistyo.
Selain kasus Handang, perkara restitusi lainnya yang menjerat petugas pajak yakni pemerasan pajak PT EDMI salah satu PMA yang diungkap pada 2016.
Bedanya dengan dua kasus di atas, posisi PT EDMI dalam perkara ini adalah korban pemerasan yang dilakukan oleh tiga pegawai pajak di KPP Kebayoran Baru Tiga. Ketiganya kini telah divonis karena memeras atau meminta uang lelah, setelah mengurus restitusi milik PT EDMI.
FAKTUR FIKTIF
Pertengahan 2017, ratusan perusahaan berontak. Mereka mengadu ke pemerintah, karena tak terima menjadi objek pemeriksaan bukti permulaan (bukper). Apalagi, mereka telah patuh bahkan sebagian mengikuti pengampunan pajak atau tax amnesty.
Namun rengekan para pengusaha ini tentu berbeda dengan versi Ditjen Pajak, khususnya Direktorat Penegakan Hukum. Melalui eks Ditgakum, Dadang Suwarna pada November 2017, terungkap bahwa ratusan perusahaan ini sengaja membuat faktur fiktif untuk mengakali restitusi.
Dadang, merasa praktik itu merugikan negara. Ada puluhan triliun dana yang mengalir sia-sia karena praktik kejahatan pajak tersebut. Apalagi persentase kebocoran kas negara dari praktik pengajuan restitusi dengan modus menggunakan faktur bodong cukup signifi kan.
Pada 2016, misalnya, dari Rp101 triliun duit restitusi, 20%—30% di antaranya diduga diajukan dengan menggunakan faktur bodong. Atas dasar inilah bukper kemudian dilakukan kepada ratusan perusahaan pengguna faktur bodong.
Belum sempat kasus ini klimaks, Dadang akhirnya harus merelakan jabatannya sebagai Dirgakum Dirjen Pajak. Versinya, dia hengkang karena ada banyak tekanan dari pihak internal yang memintanya untuk membatalkan bukper yang terlanjur ditebar sebelumnya.
Berbagai skandal suap yang melibatkan pejabat pajak maupun pengusaha, bukannya tak mendapat respons pemerintah. Baik Kementerian Keuangan maupun Ditjen Pajak telah mengubah mekanisme pencairan restutusi misalnya melalaui PMK No. 39/PMK.03/2018.
Selain itu, skema pemeriksaan juga diarahkan lebih fokus kepada WP berisiko tinggi. Setidaknya hal inilah yang tertuang dalam sejumlah arahan pemerintah dalam beberapa kesempatan.
Kendati demikian, Dirjen Pajak Robert Pakpahan tak banyak komentar saat ditanyai rentetan kasus suap tersebut. Terkait dengan PT WHE, katanya, telah ditangani Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenkeu dan sebagaian besar telah dikenakan sanksi.
“Sudah, yang dua kan udah disanksi,” ungkap Robert kepada Bisnis , pekan lalu.
BERBENAH
Dengan banyaknya tantangan, termasuk petugas pajak yang setiap tahun harus berurusan dengan aparat penegak hukum karena skandal rasuah, otoritas pajak harus terus berbenah. Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menyebutkan kunci untuk menekan praktik korupsi di Ditjen Pajak adalah kepastian hukum dan prosedur (SOP).
“Sepanjang masih ada ruang ketidakpastian, akan menimbulkan ruang interpretasi yang lebar. Kalau semua jelas seharusnya fraud bisa dieliminasi,” ungkapnya. 
Prastowo menyebutkan bahwa saat ini sudah ada perbaikan di sisi perencanaan. Selain itu, pemerintah juga baru meluncurkan desktop pemeriksaan yang akan membantu administrasi pemeriksaan supaya lebih efektif dan efi sien.
Idealnya, compliance risk management atau CRM akan membantu perencanaan pemeriksaan. Selain itu perlu sistem pengawasan yang lebih bagus dan ketat terkait penunjukan tim, penyusunan tim, peer review, dan pengawasan pelaksanaan tahapan pemeriksaan.
“Di akhir penguatan quality assurance, pengawasan standar mutu hasil pemeriksaan. Skema reward and punishment ke pemeriksa juga diperlukan ke depan,” ujarnya. 
Kendati demikian, pengetatan mekanisme pemeriksaan bukan berarti memperumit atau menghalangi pencairan restirusi. Bagaimanapun, restitusi adalah hak wajib pajak. Semakin cepat diberikan, semakin cepat pula WP memperoleh haknya.