Harian Kontan     5 Oct 2017

Perusahaan Batubara Juga Menuntut Insentif Pajak

Jumlah pemegang PKP2B jauh lebih banyak dibandingkan dengan pemegang Kontrak Karya
 
JAKARTA. Bola salju itu bergulir. Mendengar Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Stabilisasi Investasi memberikan sejumlah insentif pajak bagi PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara, perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Batubara (PKP2B) menuntut hal serupa.

Alasan para pengusaha batubara, secara prinsip PKP2B sama seperti Kontrak Karya (KK), yang otomatis akan berubah status tatkala kontrak- nya berakhir menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Untuk itu pemegang PKP2B juga membutuhkan aturan yang bisa menjamin kepastian usaha, jika sudah berubah menjadi IUPK.

Sebagai catatan, saat ini pemerintah tengah menyusun RPP Perlakuan Perpajakan dan atau Penerimaan Negara Bukan Pajak bagi Pertambangan Mineral. Ada enam pihak yang diatur dalam aturan tersebut. Yakni pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Mineral, IUP Khusus (IUPK), Izin Pertambangan Rakyat (IPR) Mineral, Kontrak Karya (KK), pemegang IUPK Operasi Produksi Mineral, perpanjangan dari pemegang KK yang berakhir sebagai kelanjutan operasi, serta pemegang KK Mineral yang belum berakhir kontraknya dan berubah bentuk menjadi IUPK Mineral.

Namun, aturan itu tidak berkaitan dengan kepastian pajak pemegang PKP2B. Padahal, "PKP2B juga membutuhkan aturan yang menjamin stabilisasi investasi khususnya pasca berakhir nya kontrak," kata Hendra Sinadia, Deputi Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) kepada KONTAN, Rabu (4/10).

Hendra menyatakan, dalam Undang-Undang No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) ada tambahan pungutan pajak 10% bagi pemegang IUPK. Sehingga perlu kejelasan bagi pemegang PKP2B yang kontraknya akan berakhir dan menjadi IUPK.

Saat ini perusahaan PKP2B berjumlah 73, lebih banyak dibanding jumlah Kontrak Karya yang hanya 34. "Secara prinsip akan lebih bagus jika kewajiban perpajakan di atur untuk jangka panjang dengan juga memperhatikan kepentingan negara," ungkapnya.

Pungutan sebesar 10% pajak itu masuk ke dalam RPP yang sedang dibuat untuk Freeport itu. Rinciannya adalah 4% untuk pemerintah pusat dan 6% untuk pemerintah daerah. Dasarnya adalah laba bersih perusahaan.

Pengamat Ekonomi dan Energi Universitas Gajah Mada Fahmy Radhi mengatakan, seharusnya pemerintah membuat aturan pertambangan secara keseluruhan untuk pertambangan, baik mineral maupun batubara. "Jadi PP yang sedang dibuat lebih untuk mengadopsi kepentingan Freeport, yang diajukan pada saat perundingan," terangnya ke KONTAN, Rabu (4/10).

Dia menilai, berdasarkan draf RPP itu, ada jenis pajak yang turun. Tapi ada juga jenis pajak lain yang naik.

Secara keseluruhan penerimaan negara dari pajak Freeport harus lebih besar saat menggunakan IUPK dibanding saat Kontrak Karya. "Kalau tidak terjadi kenaikan penerimaan negara berarti draft PP itu bertentangan dengan kesepakatan antara pemerintah dan Freeport," tandasnya.

Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya W Yudha mengingatkan, jika perusahan atau Kontrak Karya ditetapkan statusnya menjadi IUPK, seharusnya memakai prevailling law. "Maksudnya tergantung hukum pajak yang berlaku. Adakalanya nanti penerimaan negara akan naik," terangnya.

Tax News

Search




Exchange Rates

Mata Uang Nilai (Rp.)
EUR 17068.99
USD 15710
GBP 19949.11
AUD 10293.61
SGD 11699.88
* Rupiah

Berlaku : 27 Mar 2024 - 2 Apr 2024