Harian Bisnis Indonesia     21 Nov 2023

Kala Minat Lender Terbendung Kebijakan Pajak

Investor individu terus mengurangi penyaluran pinjaman teknologi finansial peer-to-peer lending. Regulasi pajak yang tidak bersahabat diduga menjadi salah satu penyebab.

Jumlah investor alias pemberi pinjaman (lender) perorangan dalam negeri memang terus meningkat dalam 1 tahun yang berakhir Agustus 2023. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah lender individu yang Agustus tahun lalu 147.058 entitas meningkat menjadi 168.298 entitas pada Agustus tahun ini.

Namun, tren peningkatan itu berbeda jalan dengan posisi pinjaman yang mereka salurkan. Outstanding pinjaman lender individual dalam negeri berada di jalur menurun dari Rp8,92 triliun menjadi Rp5,67 triliun (Lihat infografik).

Sejalan dengan penurunan itu, kontribusi investor perorangan menyusut dari 23,7% terhadap total penyaluran pinjaman online dalam negeri menjadi 13,26%.

Direktur Ekonomi Digital dan Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda memandang minat lender ritel atau individu untuk investasi di industri peer-to-peer atau P2P lending berkurang dengan adanya pengenaan pajak.

Aturan perpajakan lender pinjaman online (pinjol) tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial.

Pasal 3 menyebutkan pemberi pinjaman (lender) dikenakan tarif pemotongan PPh Pasal 23, dalam hal penerima penghasilan merupakan wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, sebesar 15% dari jumlah bruto atas bunga. Ketentuan ini berlaku sejak 1 Mei 2022.

Sementara itu, tarif PPh untuk wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap akan dikenakan tarif pemotongan 20% dari jumlah bruto atas bunga atau sesuai dengan ketentuan dalam persetujuan penghindaran pajak berganda.

Huda menuturkan, akibat aturan itu, pinjaman lender ritel semakin berkurang, berbanding terbalik dengan pinjaman lender institusi perbankan.

“Pajak yang dikenakan, plus dengan aturan batasan bunga, akan membuat nilai dari investasi akan semakin kecil. Minat dari lender ritel akan semakin turun,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (20/11).

Huda menyebut bahwa hanya lender institusi perbankan dan nonperbankan yang meramaikan industri fintech P2P lending. Padahal, lanjutnya, pada dasarnya P2P lending seharusnya lebih banyak lender ritel.

Huda berpendapat PMK No 69 membutuhkan penyesuaian seiring dengan teknologi yang berkembang dan menyarankan agar aturan perpajakan itu dikaji ulang.

“Maka, peraturan pajak untuk pinjaman online bisa digali lebih dalam dengan pendekatan multi-sided market,” ungkapnya.

Menurut Huda, gejolak di sisi lender bisa menyebabkan masalah di sisi penerima dana (borrower). Padahal, masih banyak masyarakat yang bisa dibantu melalui pembiayaan pinjol.

“Bisa juga ada pengaturan khusus untuk pajak lender ritel atau institusi,” ujarnya.

DAMPAK BERAGAM

Di sisi pemain fintech P2P lending, PT Sejahtera Lunaria Annua (KoinWorks) mengaku pengenaan pajak lender berdampak pada pemberian pinjaman oleh lender.

“Dari sisi lender, persoalan mengenai regulasi pajak P2P lending yang dikenakan kepada para lender juga berpengaruh terhadap minat mereka untuk melakukan pendanaan, sehingga berdampak pada penyaluran pinjaman kepada calon borrower, khususnya UMKM,” kata manajemen KoinWorks kepada Bisnis.

Sementara itu, Group CEO & Co-Founder Akseleran Ivan Nikolas Tambunan mengatakan, bahwa sejak Mei 2022, pajak tersebut dipotong oleh penyelenggara fintech lending.

“Hanya dari sisi prosesnya yang harapan saya bisa lebih seamless, pajaknya final. Jadi, lender enggak perlu laporan SPT dan bayar lagi,” ujar Ivan.

Di sisi lain, PT Mitrausaha Indonesia Grup (Modalku) menyampaikan, sebelum PMK No. 69 terbit, pelaporan PPh Pasal 23/26 ini dilakukan secara mandiri oleh pemberi dana.

Namun, saat beleid itu berlaku, mekanismenya berubah. PPh pasal 23/26 atas bunga dipungut oleh Modalku dengan tarif pajak yang sama seperti sebelumnya.

Country Head Modalku Arthur Adisusanto mengatakan implementasi PMK 69 sudah dilakukan oleh Modalku sejak peraturan berlaku.

“Selama lebih dari satu tahun ini, tidak ada keluhan dari sisi pemberi dana terkait peraturan ini,” ujar Arthur.

Jika dilihat dari pertumbuhan pemberi dana antara April ke Mei 2022, Arthur mengaku ada dampak penurunan, tetapi tidak signifikan. Setelah Mei, pertumbuhannya tetap stabil sampai dengan akhir tahun.

Adapun, untuk menjaga volume pendanaan tetap stabil, Modalku melakukan beberapa inisiatif untuk menjaga ketertarikan kepada para pemberi dana.

“Modalku mengadakan beberapa program promosi bagi pemberi dana untuk meningkatkan ketertarikan mendanai,” tutur Arthur.

Modalku juga berkolaborasi dengan pemberi dana institusi, termasuk perbankan, untuk bisa memberikan fasilitas kredit bagi UMKM.


Tax News

Search




Exchange Rates

Mata Uang Nilai (Rp.)
EUR 17068.99
USD 15710
GBP 19949.11
AUD 10293.61
SGD 11699.88
* Rupiah

Berlaku : 27 Mar 2024 - 2 Apr 2024