Harian Bisnis Indonesia     9 Aug 2022

Senjata Baru Perkuat Fiskal

Bisnis, JAKARTA — Setelah melalui pembahasan selama satu setengah tahun, Senat Amerika Serikat akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pajak, Iklim, dan Perawatan Kesehatan. Regulasi ini diyakini mampu menjadi solusi atas beban fiskal yang menekan sejak pandemi Covid-19.

Ada sejumlah substansi penting yang termuat di dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut.

Salah satu yang terpenting adalah mencegah perusahaan besar memanfaatkan keringanan pajak, sehingga menciptakan keadilan di bidang perpajakan.

Pemerintah dan Senat meyakini, saat diimplementasikan kebijakan ini akan memangkas defisit fiskal dalam jumlah besar untuk pertama kalinya sejak lebih dari satu dekade terakhir.

“Ini membutuhkan banyak kompromi. Kami melakukan hal-hal penting hampir selalu berhasil,” kata Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dilansir Bloomberg, Senin (8/8).

Ada dua substansi penting terkait dengan pajak yang termuat di dalam RUU itu.

Pertama, penetapan pajak minimum perusahaan 15% untuk korporasi besar, yang akan memengaruhi sekitar 150 perusahaan di negara tersebut.

Perusahaan raksasa di sektor teknologi seperti Google milik Alphabet Inc. dan Facebook milik Meta Inc. dapat menghadapi pungutan tersebut.

Kedua, pajak sebesar 1% atas nilai pembelian kembali saham, yang akan berpengaruh terhadap kebijakan emiten dalam memberikan dividen hingga melakukan aksi korporasi dalam bentuk buyback.

Senator Demokrat dari Massachusetts Elizabeth Warren mengatakan pengaturan pajak ini merupakan sebuah gebrakan baru yang dilakukan oleh AS untuk menjaga ketahanan fiskal di tengah resesi ekonomi.

“Ini adalah pertama kalinya kami mengatakan perusahaan bernilai miliaran dolar lebih harus membayar pajak minimum. Ini bersejarah,” ujarnya.

Selain soal pajak, rumusan beleid tersebut juga mengakomodasi dua isu penting, yakni mengenai pengaturan harga obat serta misi untuk menangani perubahan iklim.

Dalam kaitan harga obat, perusahaan diizinkan untuk menegosiasikan harga. Kebijakan ini akan membatasi biaya obat-obatan untuk masyarakat usia lanjut dengan konsumsi obat kategori khusus.

Sementara itu, Senat membebaskan pembuat obat dari hukuman apa pun karena menaikkan harga di pasar komersial.

Penghematan untuk perusahaan kesehatan akan digunakan untuk membayar premi Obamacare yang disubsidi oleh pemerintah selama tiga tahun.

Adapun mengenai penanganan iklim, undang-undang tersebut memungkinkan sekitar US$374 miliar dalam pengeluaran iklim dan energi seperti kredit pajak yang diperluas untuk proyek-proyek energi terbarukan.

Ketentuan ini sekaligus melengkapi batas kredit pajak senilai US$7.500 untuk pembelian kendaraan listrik baru.

Akan tetapi, regulasi itu mengamanatkan bahwa produsen kendaraan listrik setidaknya harus diproduksi di Amerika Utara dan melepas ketergantungan pada China terkait dengan rantai pasok baterai.

Syarat inilah yang kemudian dikeluhkan oleh produsen otomotif. Ford Motor Co. dan General Motors Co. bahkan melobi Senat untuk melakukan perubahan pada klausul tersebut.

RUU usulan Demokrat dan disahkan Senat pada Minggu lalu itu adalah bagian dari rencana progresif pemerintah senilai US$10 triliun yang diupayakan oleh Biden lebih dari setahun silam.

Rancangan regulasi itu disahkan setelah mendapatkan 51 dukungan dari Demokrat, sedangkan 50 anggota dari Republik menentang RUU tersebut.

Selanjutnya, beleid itu akan diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang juga diperkirakan berjalan mulus lantaran dominannya anggota Demokrat.

Kendati telah lolos di meja Senat, kelompok Republik tetap berusaha mengganjal RUU tersebut dengan membangun opini bahwa inflasi yang tinggi serta resesi ekonomi tak cukup tertangani dengan adanya regulasi tersebut.

Apalagi, dalam survei yang dilakukan oleh ABC News/Ipsos yang dirilis akhir pekan lalu menemukan, lebih dari dua pertiga masyarakat AS khawatir ekonomi makin memburuk. Tak hanya itu, tercatat hanya 37% masyarakat yang optimistis pemerintah mampu memperbaiki ekonomi, serta menganggap indeks harga konsumen (IHK) yang terus menjulang sebagai persoalan fundamental yang sulit dipecahkan.

Partai Republik, yang secara universal menentang RUU tersebut, telah memusatkan perhatian pada sentimen itu, dengan alasan bahwa regulasi usulan Demokrat tidak akan mengerem inflasi dan dapat mengarahkan AS ke dalam resesi dengan membebani perusahaan-perusahaan besar.

“Partai yang berkuasa jarang secara politis dihargai dalam paruh waktu untuk RUU yang disahkan. Kadang-kadang pihak yang berkuasa dihukum oleh publik,” kata Kyle Kondik, peneliti di University of Virginia.

Warsa 2022 adalah tahun terburuk bagi Negeri Paman Sam. Selain dihadapkan pada lesatan inflasi tertinggi selama 40 tahun terakhir, ekonomi yang jatuh pada lubang resesi menjadi pengganjal upaya pemerintah untuk bangkit dari pandemi Covid-19.

BEBAN TAMBAHAN

Dunia usaha pun menghadapi rintangan serupa. Tak bisa dimungkiri, ketentuan pajak dalam RUU itu akan menambah beban bagi dunia bisnis.

Terlebih, kekhawatiran terhadap risiko kebangkrutan dalam 6 bulan ke depan masih amat tinggi.

Hal itu tecermin dari survei MLIV Pulse, yang mencatat 75% dari 707 investor mengatakan pengetatan moneter yang dieksekusi The Fed, Bank Sentral AS, menimbulkan risiko besar terhadap pasar utang korporasi.

Hasil tersebut menggarisbawahi prospek pahit bagi investor pendapatan tetap yang terpukul selama paruh pertama tahun ini dengan kerugian terdalam setidaknya sejak awal 1970-an.

Mayoritas investor memperkirakan bahwa tingkat spread akan bertahan jauh di bawah level yang terlihat selama krisis Covid-19 pada Maret 2020.

“Pasti ada lebih banyak kerugian, atau risiko, untuk melebar dari tempat kita berada sekarang,” kata Kurt Daum, Manajer Portofolio di USAA Investments.

Imbal hasil obligasi korporasi terpantau memang terus meningkat di atas US Treasuries selama gelombang penjualan yang melaju melalui pasar pendapatan tetap pada tahun ini.

Menurut Indeks Bloomberg, spread pada surat utang korporasi tingkat investasi mencapai sebanyak 160 basis poin pada Juli lalu.

Menurut Daum, investor mengharapkan pasar obligasi korporasi berusaha untuk menghindari tekanan yang mengikuti resesi 2007—2009, ketika hasil tingkat investasi melonjak menjadi lebih dari 600 basis poin di atas US Treasuries.


Tax News

Search




Exchange Rates

Mata Uang Nilai (Rp.)
EUR 17068.99
USD 15710
GBP 19949.11
AUD 10293.61
SGD 11699.88
* Rupiah

Berlaku : 27 Mar 2024 - 2 Apr 2024