Harian Bisnis Indonesia     11 Mar 2022

Fatamorgana Setoran Negara

Bisnis, JAKARTA — Misi pemerintah untuk mengakselerasi penerimaan pajak pada tahun ini pupus. Musababnya, penundaan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai menjadi 11% pada bulan depan menumpulkan cangkul penggali potensi penerimaan negara.

Pengetatan tarif PPN dari 10% menjadi 11% termuat dalam UU No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disahkan pada pengujung tahun lalu.

Kementerian Keuangan mencatat estimasi penerimaan pajak dari implementasi UU HPP pada tahun ini mencapai Rp1.401,3 triliun, sedangkan tanpa regulasi tersebut, penerimaan pajak ditaksir senilai Rp1.265 triliun.

Persoalannya, penundaan kenaikan tarif PPN berisiko memberangus potensi penerimaan senilai Rp97 triliun. Angka tersebut diperoleh dengan mengacu pada pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang pada tahun ini ditargetkan sebesar 5%—5,3%, dan dengan asumsi pengenaan tarif 11% berlaku sepanjang tahun.

Berkaca pada target pertumbuhan itu, maka konsumsi rumah tangga pada tahun ini berkisar Rp9.697,8 triliun—Rp9.725,5 triliun, dan potensi penerimaan PPN dengan mengesampingkan fasilitas pengecualian adalah Rp1.066,7 triliun—Rp1.069,8 triliun.

Sementara itu, secara rata-rata dalam 3 tahun terakhir belanja perpajakan atau tax expenditure yang dikucurkan oleh otoritas fiskal untuk PPN berada di angka Rp149 triliun.

Dengan menggunakan tarif 11% dan asumsi di atas, serta dikurangi belanja perpajakan, maka potensi penerimaan PPN pada tahun ini di kisaran Rp917,7 triliun—Rp921,8 triliun.

Adapun, jika tarif PPN tetap dikutip sebesar 10%, maka potensi penerimaan yang dikantongi pemerintah di kisaran Rp820,7 triliun—Rp823,5 triliun. Artinya, ada selisih Rp97 triliun dari penundaan kebijakan pengetatan tarif itu.

Otoritas fiskal pun sebelumnya memperkirakan penerapan UU HPP akan menambah penerimaan pajak senilai Rp136 triliun. Namun, sejalan dengan dinamika terkini perihal pemajakan atas konsumsi, maka potensi penerimaan yang bisa didulang pun hanya tersisa Rp39 triliun.

Pengamat ekonomi IndiGo Network Ajib Hamdani mengatakan kebijakan penundaan ini otomatis akan menggerogoti potensi penerimaan pajak tahun ini. Terlebih, kontribusi PPN dalam struktur penerimaan negara cukup besar.

Dia menambahkan, dalam skenario terburuk dan dengan mempertimbangkan banyaknya fasilitas pengecualian barang dan jasa kena pajak, kenaikan tarif PPN menjadi 11% berpotensi menambah penerimaan senilai Rp40 triliun.

“Kenaikan tarif PPN bisa mengerek potensi pajak. Tetapi, memang kondisi ekonomi sedang penuh dengan tantangan,” kata Ajib kepada Bisnis, Kamis (10/3).

JAGA PEMULIHAN

Dalam rangka menjaga konsistensi penggalian potensi penerimaan negara, menurutnya pemerintah perlu melakukan penyesuaian fiskal sehingga kantong negara tetap terisi kendati tarif pajak atas konsumsi tetap 10%.

Dia menambahkan, sepanjang ekonomi nasional stabil dan pertumbuhan berada di kisaran 5%, maka pencapaian target pajak yang tertuang dalam APBN 2022, yakni Rp1.265 triliun, bisa tercapai.

“Kuncinya di pertumbuhan ekonomi. Konsumsi di masyarakat harus terjaga dengan baik, investasi juga harus mendapat iklim yang positif,” ujarnya.

Pengajar ilmu administrasi fiskal Universitas Indonesia Prianto Budi Saptono menambahkan, angka sasaran pajak yang dicanangkan sejalan dengan implementasi UU HPP memang berisiko tidak tercapai.

Akan tetapi, hal itu menurutnya masih bergantung pada rentang waktu penundaan kenaikan tarif PPN tersebut. Artinya, apabila penundaan dilakukan dalam waktu lama, maka pajak yang tidak tergali kian besar.

“Saya optimistis jika memang ditunda, jangka waktunya tidak lama agar rencana pergeseran basis pemajakan dari PPh [pajak penghasilan] ke [pajak] konsumsi sesuai rencana,” ujarnya.

Keputusan untuk menunda kenaikan tarif PPN itu disampaikan oleh otoritas pajak pada awal pekan ini, setelah tim teknis Kementerian Keuangan melakukan kajian tentang dampak implementasi kenaikan tarif PPN terhadap lonjakan inflasi.

Dalam kajian tersebut, tidak tertutup kemungkinan kenaikan tarif pajak atas konsumsi ini ditunda, walaupun UU No. 7/2021 mengamanatkan pelaksanaan tarif 11% berlaku pada bulan depan.


Tax News

Search




Exchange Rates

Mata Uang Nilai (Rp.)
EUR 17068.99
USD 15710
GBP 19949.11
AUD 10293.61
SGD 11699.88
* Rupiah

Berlaku : 27 Mar 2024 - 2 Apr 2024