Harian Bisnis Indonesia     20 Jan 2022

Pemanis Baru Investasi RI

Pemerintah menambah pemanis baru untuk memancing minat investor melalui relaksasi penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang termuat di dalam UU No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Insentif fiskal ini diyakini akan menarik penanaman modal lebih tinggi serta mendukung pemerataan investasi. Namun, efektivitas kebijakan ini sangat bergantung pada implementasi di level pemerintah daerah (pemda).

Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti mengatakan skema penghitungan PBB di dalam UU HKPD disusun lebih fleksibel sehingga meningkatkan daya saing investasi di Indonesia.

“Ini menjadi instrumen pendorong daerah dalam memberikan insentif bagi kemudahan berusaha. Jadi daerah bisa berkompetisi dengan positif,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (19/1).

Dalam UU HKPD, basis penghitungan pembayaran PBB disusun longgar, yakni mengacu pada 20%—100% dari nilai jual objek pajak (NJOP). Hal ini berbeda jika dibandingkan dengan ke-tentuan sebelumnya yang menghitung PBB melalui pengalian tarif dengan 100% NJOP.

Adapun, tarif PBB yang berlaku di dalam UU HKPD maksimal sebesar 0,5%, lebih tinggi dibandingkan dengan tarif sebelumnya yang berkisar 0,1%—0,3%. Kendati dari sisi tarif lebih tinggi, pajak yang dibayarkan secara neto oleh investor berpotensi jauh lebih rendah.

Hal ini mengacu pada pemberlakuan tarif dan NJOP yang lebih fleksibel. Artinya, pemda berhak untuk menetapkan tarif di bawah 0,5% dikalikan dengan batas bawah nilai jual, yakni 20% dari NJOP.

Menurut Prima, skema ini akan mendorong pemda untuk melakukan diversifikasi sesuai dengan keekonomian objek PBB serta memberikan perlakuan yang lebih adil bagi wajib pajak atau investor.

Ketentuan ini pun diyakini mampu mendorong masing-masing pemda untuk berlomba menarik minat investor melalui ‘perang tarif’ yang lebih kompetitif. “Kami berikan kewenangan daerah untuk lebih kreatif,” ujarnya.

Optimisme serupa dikemukakan Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi. Menurutnya, regulasi ini merupakan instrumen pendukung dari berbagai kebijakan yang telah diterbitkan oleh pemerintah sebelumnya untuk mendorong geliat investasi.

Beberapa di antaranya yaitu reformasi birokrasi, pemberian insentif pajak, hingga kemudahan berusaha yang termaktub di dalam UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja. Sejalan dengan banyaknya stimulus ini, dia optimistis target investasi yang mencapai Rp1.200 triliun pada tahun ini bisa terealisasi.

“Memang masih banyak yang perlu dibenahi seperti perizinan dan lahan. Tetapi kami terus menyelesaikannya secara terintegrasi,” kata Jodi.

Menurutnya, relaksasi PBB menjadi pemanis baru bagi investor yang sejauh ini telah memandang Indonesia sebagai tujuan alternatif penanaman modal.

Wakil Ketum Kadin Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah Sarman Simonjarang berharap kebijakan tersebut segera disosialisasikan agar pelaku usaha lebih memahaminya.

“Dengan demikian penyesuaian bisa dimasukkan dalam anggaran operasional. Karena ini masuk beban operasio-nal setiap tahun,” katanya.

KEBIJAKAN PEMDA

Perihal kebijakan anyar tersebut, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan dan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Armand Suparman mengatakan kunci dari efektivitas pelonggaran PBB terhadap investasi ini sangat bergantung pada masing-masing pemda.

Apabila pemda menggunakan skema batas bawah baik dari sisi tarif PBB maupun NJOP, katanya, maka hal ini sangat menarik minat investor. Sebaliknya, jika pemda menggunakan batas atas, maka daerah tersebut tidak akan menjadi tujuan investasi.

Menurut Armand, penggunaan tarif bawah memang berisiko menggerus pendapatan asli daerah (PAD). Akan tetapi, dalam jangka panjang potensi penggelembungan PAD makin besar seiring dengan masuknya penanaman modal.

“Dari kajian kami, 1—2 tahun memang PAD akan turun. Tetapi tahun ketiga PAD akan meningkat karena investasi fisik sudah mulai beroperasi dan menghasilkan penerimaan bagi daerah,” ujarnya.

Saat dimintai tanggapan, Kepala Badan Pengelola Pendapatan Daerah Provinsi Jawa tengah Peni Rahayu mengatakan pihaknya akan mencermati lebih lanjut kebijakan relaksasi PBB tersebut. Dia menyerahkan sepenuhnya kewenangan tentang kebijakan PBB kepada pemerintah kabupatan dan pemerintah kota di wilayah Jateng. (M. Faisal Nur Ikhsan/Iim Fathimah  Timorria)


Tax News

Search




Exchange Rates

Mata Uang Nilai (Rp.)
EUR 17020.23
USD 15594
GBP 19926.95
AUD 10286.43
SGD 11692.11
* Rupiah

Berlaku : 20 Mar 2024 - 26 Mar 2024