Harian Kompas     24 Dec 2021

Insentif Usaha Tahun 2022 Dibatasi

Pemerintah berencana membatasi insentif pajak kepada dunia usaha pada 2022. Beberapa hal menjadi pertimbangan, antara lain realisasi insentif yang cukup besar di tahun 2021 dan prospek perekonomian yang baik pada 2022.

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berencana membatasi insentif pajak kepada dunia usaha pada 2022. Beberapa hal menjadi pertimbangan, antara lain realisasi insentif yang cukup besar sepanjang tahun 2021 dan prospek perekonomian yang semakin baik tahun depan. Langkah perlu dilakukan secara hati-hati agar tidak jadi bumerang terhadap upaya pemulihan ekonomi.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, hingga 17 Desember, realisasi penyerapan anggaran pada kluster insentif usaha dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 mencapai Rp 63,16 triliun. Jumlah ini setara dengan 100,5 perden dari pagu anggaran yang senilai Rp 62,83 triliun.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio N Kacaribu mengungkapkan, saat ini pemerintah tengah menilai sektor usaha apa saja yang masih layak untuk menerima insentif fiskal pada tahun depan. Seleksi dilakukan untuk menjamin insentif yang disalurkan otoritas fiskal dapat tepat sasaran.

Pemerintah tengah menilai sektor usaha apa saja yang masih layak untuk menerima insentif fiskal pada tahun depan.

”Kami akan selektif melihat insentif yang akan diberikan bagi sektor usaha, bagaimana dia menyerap tenaga kerja dan bagaimana dia pulih dari pandemi Covid-19,” kata Febrio, Rabu (23/12/2021).

Sektor yang akan dikeluarkan dari daftar penerima insentif adalah sektor usaha yang telah menunjukkan pemulihan. Otoritas fiskal akan mengandalkan data pertumbuhan Badan Pusat Statistik untuk menentukan sektor usaha yang telah pulih.

Febrio mengatakan, pemerintah akan menyusun kategorisasi penerima dan jenis stimulus yang dikucurkan untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi pada tahun depan. ”Ke depan, kami akan mengukur insentif seperti apa yang pengucurannya akan tepat sasaran,” ujarnya.

Selain penyaluran insentif tahun ini telah melampaui pagu, lanjut Febrio, pengetatan juga diterapkan dengan menggunakan asumsi ekonomi telah berada pada jalur pemulihan yang cukup solid. Contoh jenis insentif yang berakhir tahun ini dan kemungkinan tidak diperpanjang tahun depan adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk kendaraan bermotor.

Adapun jenis insentif yang paling banyak dimanfaatkan sepanjang tahun ini adalah Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 yang per 17 Desember lalu telah mencapai Rp 25,23 triliun dan dimanfaatkan oleh 58.057 wajib pajak. Insentif tersebut disalurkan dengan tujuan untuk membantu likuiditas dan kelangsungan dunia usaha.

Indikasi pengetatan insentif untuk dunia usaha telah disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ketika memaparkan komponen PEN 2022 pada bulan November 2021. Total anggaran PEN tahun depan senilai Rp 414,14 triliun dibagi untuk tiga pos, yakni kesehatan dengan alokasi senilai Rp 117,94 triliun, perlindungan sosial (Rp 154,8 triliun), serta penguatan pemulihan ekonomi (Rp 141,4 triliun).

Wakil Ketua Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Anggawira menilai, pemerintah perlu berhati-hati dalam menetapkan kebijakan pajak untuk badan usaha. Rencana pengetatan kebijakan fiskal tahun depan membuat ketidakpastian meningkat, sejalan dengan munculnya kasus Covid-19 varian Omicron di Indonesia.

Pemerintah, lanjutnya, masih perlu mengompensasi pelaku usaha untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi sekaligus mengakselerasi aktivitas bisnis pada tahun depan. Pasalnya, meskipun tahun ini sejumlah sektor usaha yang sudah pulih, masih banyak sektor usaha lain yang pemulihannya terhambat.

Sebelumnya, ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, mengungkapkan, terdapat sejumlah sektor usaha yang mengalami perlambatan pemulihan akibat penerapan PPKM darurat level 3-4 pada triwulan III-2021, seperti sektor transportasi, pergudangan, akomodasi, dan restoran.

Di sisi lain, sektor usaha yang saat ini sudah dianggap pulih karena tumbuh lebih tinggi dibandingkan tahun 2020, seperti sektor manufaktur dan konstruksi, masih memiliki kinerja yang lebih rendah dibandingkan dengan periode sebelum pandemi atau 2019.

”Hal ini membuat sebaiknya insentif untuk sejumlah sektor usaha disesuaikan secara perlahan pada 2022, tidak langsung drastis ditiadakan,” kata Josua.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menilai keputusan untuk memangkas atau menghapus stimulus kepada dunia usaha dapat dipahami di tengah upaya pemerintah menurunkan kembali defisit anggaran mencapai 3 persen PDB pada 2023. Namun, upaya ini patut disusun dengan cermat.

Meskipun beberapa indikator ekonomi, seperti konsumsi dan investasi, telah menunjukkan perbaikan, performa pemulihan ekonomi masih cukup rentan. Kerentanan ini tecermin dari masih tingginya tingkat pengangguran.

”Beragam upaya untuk mendorong pelaku usaha agar bisa kembali melakukan ekspansi usaha seharusnya perlu didorong. Salah satunya dengan tetap menyediakan insentif pajak,” katanya.


Tax News

Search




Exchange Rates

Mata Uang Nilai (Rp.)
EUR 17068.99
USD 15710
GBP 19949.11
AUD 10293.61
SGD 11699.88
* Rupiah

Berlaku : 27 Mar 2024 - 2 Apr 2024