Harian Bisnis Indonesia     25 Nov 2021

Insentif Dunia Usaha Dihapus

Bisnis, JAKARTA — Pemerintah menghapus alokasi anggaran insentif bagi dunia usaha di dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional tahun depan dengan asumsi ekonomi telah berada pada jalur positif. Namun, kebijakan ini cukup riskan lantaran ketahanan pelaku usaha terbilang masih rentan.

Dihapusnya alokasi anggaran insentif dunia usaha itu terakomodasi di dalam perincian dana Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2022.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, total anggaran PEN pada tahun depan tercatat senilai Rp414,14 triliun yang dibagi untuk tiga pos.

Pertama kesehatan dengan alokasi senilai Rp117,94 triliun, kedua perlindungan masyarakat atau sosial senilai Rp154,8 triliun, serta ketiga alokasi untuk penguatan pemulihan ekonomi senilai Rp141,4 triliun.

Postur anggaran PEN 2022 ini memang cukup mengejutkan, mengingat sejak pandemi Covid-19 melanda negeri ini pada tahun lalu, pelaku usaha selalu mendapatkan insentif.

Pada tahun ini misalnya, pagu anggaran yang disediakan oleh pemerintah untuk insentif dunia usaha tercatat mencapai Rp62,83 triliun.

Adapun per 19 November 2021, penyerapan anggaran insentif telah mencapai Rp62,47 triliun atau 99,4%.

Realisasi ini menggambarkan bahwa kalangan pelaku usaha masih sangat membutuhkan bantuan dari pemerintah, terutama dari sisi fiskal.

Secara terperinci, insentif yang selama ini diikmati kelompok pengusaha mencakup Pajak Penghasilan (PPh) PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP), PPh Final UMKM DTP, dan pembebasan PPh Pasal 22 Impor.

Selain itu juga pembebasan bea masuk, pengurangan angsuran PPh Pasal 25, restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dipercepat, PPN sewa unit di mal DTP, Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) mobil DTP, dan PPN rumah DTP.

Terkait dengan dihapusnya insentif dunia usaha pada program PEN 2022, Bisnis telah meminta penjelasan dari Dirjen Anggaran Isa Rachmatarwata.

Akan tetapi, Isa tidak bersedia memberikan komentar. Pun dengan Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo.

Adapun, kalangan pelaku usaha mengharapkan kepada pemerintah untuk tetap mengalokasikan insentif fiskal.

Wakil Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Anggawira menjelaskan bahwa pemerintah memang sudah selayaknya melakukan evaluasi atas efektivitas insentif pajak yang diberikan sejak tahun lalu.

Terlebih ekonomi memasuki paruh kedua tahun ini telah menunjukkan adanya perbaikan. Demikian pula degan prospek pada tahun depan yang sedikit lebih cerah.

Akan tetapi, bukan berarti insentif untuk dunia usaha bisa sepenuhnya dihapus. Persoalannya, tidak seluruh sektor bisnis telah berhasil bangkit dari keterpurukan akibat pandemi Covid-19 sejak tahun lalu.

“Situasi sekarang relatif mulai baik. Tetapi belum bisa dibilang normal karena belum ada solusi penanganan [pandemi Covid-19] secara komperehensif,” kata Angga kepada Bisnis, Rabu (24/11).

ANTISIPATIF

Menurutnya, kendati pemerintah berasumsi ekonomi dan dunia usaha bakal menggeliat pada tahun depan, skenario yang bersifat antisipatif tetap perlu disiapkan dalam rangka memitigasi risiko ekonomi.

“Perlu ada langkah antisipatif. Hal yang juga penting dan harus diperhatikan adalah jaringan pengaman sosial harus disusun juga skenarionya,” ujarnya.

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet berpendapat, keputusan untuk memangkas atau menghapus stimulus kepada dunia usaha patut disusun dengan cermat.

Dia menjelaskan, beberapa indikator ekonomi memang menunjukkan perbaikan, misalnya konsumsi dan investasi yang mendorong optimisme terhadap pemulihan ekonomi pada tahun depan,

Namun di sisi lain performa pemulihan masih cukup rentan, serta tingkat pengangguran masih cukup mengkhawtirkan akibat tidak seluruh masyarakat produktif terserap ke dunia kerja.

Atas dasar berbagai faktor itulah Yusuf menilai insentif bagi dunia usaha di dalam program pemulihan pada tahun depan masih sangat dibutuhkan.

“Beragam upaya untuk mendorong pelaku usaha untuk bisa kembali melakukan ekspansi usaha seharusnya perlu didorong. Salah satunya dengan tetap menyediakan insentif pajak,” kata dia.

Yusuf menambahkan, besarnya kebutuhan dunia usaha terkait intervensi fi skal pemerintah tecermin di dalam realisasi PEN 2021 yang mencatatkan penyerapan paling tinggi dibandingkan dengan sektor lain.

Hal ini makin menegaskan bahwa stimulus dalam bentuk keringanan pajak sangat dinantikan oleh kalangan swasta.

Yusuf menambahkan, selain asumsi pemulihan iklim bisnis, penghapusan insentif usaha di dalam PEN 2022 ini juga berda-sar pada target pemerintah untuk merealisasikan konsolidasi fiskal pada 2023.

Konsolidasi fiskal itu salah satunya mencakup normalisasi defisit anggaran menjadi di bawah 3% terhadap PDB. Namun menurut Yusuf, misi itu masih memungkinkan untuk direalisasikan tanpa harus menghapus insentif bagi dunia usaha.


Tax News

Search




Exchange Rates

Mata Uang Nilai (Rp.)
EUR 17068.99
USD 15710
GBP 19949.11
AUD 10293.61
SGD 11699.88
* Rupiah

Berlaku : 27 Mar 2024 - 2 Apr 2024