Harian Kompas     8 Apr 2016

Panama Papers, Perusahaan Cangkang, dan Surga Pajak

Skandal Panama Papers menguak praktik bagaimana banyak tokoh penting dunia menggunakan jaringan perbankan, firma hukum, dan perusahaan cangkang untuk menyembunyikan kekayaannya di luar negeri dari jangkauan aparat pajak, regulator, dan aparat hukum negara asal.

Skandal ini juga memunculkan rasa penasaran di kalangan awam, bagaimana perusahaan cangkang (shell company) dan surga pajak (tax haven) bekerja. Bagaimana firma hukum, seperti Mossack Fonseca, menjaring nasabahnya, dan mengapa upaya global tak berdaya menghadapi praktik seperti ini.

Per definisi, shell company atau holding company, menurut Christopher Steeves dari firma hukum Fasken Martineau DuMoulin LLP, di Toronto, seperti dikutip Reuters, adalah sebuah korporasi yang didirikan tanpa harus memiliki kegiatan bisnis atau operasional aktif apa pun. Orang mendirikan shell company untuk berbagai alasan, umumnya untuk menghindari kerumitan berkaitan dengan aturan di suatu negara, baik itu aturan terkait keterbukaan informasi keuangan (financial disclosure), kewajiban pajak, ataupun tindak kriminal.

Penguasa korup dan penghindar pajak memakai shell company untuk menyembunyikan kekayaan. Banyak pula perusahaan membentuk shell company untuk tujuan yang legitimate, seperti memperlancar urusan bisnis, untuk kepentingan merger dan akuisisi, pembiayaan usaha, atau pengelolaan aset.

Kita sebagai individu bisa membeli real estat, perahu pesiar, atau benda seni dengan menyembunyikan identitas di balik shell company agar tidak terendus aparat pajak. Kita juga bisa menyembunyikan aset atau harta dari pasangan dengan shell company. Jaringan terorisme, kartel obat bius, dan organisasi lain bisa mengalirkan dana dari satu negara ke negara lain melalui shell company tanpa diketahui asal sumber dananya.

Semua ini dimungkinkan karena di negara surga pajak, seperti Panama, tak ada keharusan bagi pemilik shell company untuk mengungkapkan identitasnya dan direksi dari perusahaan itu, dan tak ada keharusan menempatkan seorang direksi di negara itu. Dengan demikian, dimungkinkan bagi seseorang di mana pun ia berada mengontrol perusahaan di luar negeri (shell company), serta menjadi pengendali tunggal perusahaan itu.

Karena itu, ia juga leluasa memindahkan dana atau kekayaan yang ingin disembunyikan ke perusahaan di luar negeri itu kapan saja. Namun, semua itu tak mungkin berlangsung tanpa peran firma hukum, seperti Mossack Fonseca. Firma hukum yang berkedudukan di negara itu bertugas menyiapkan dokumen yang diperlukan, termasuk alamat surat-menyurat, dan kalau perlu tanda tangan. Mossack mengklaim semua ini sebagai praktik legal, tak ada hukum yang dilanggar.

Di dunia ada ribuan firma hukum, seperti Mossack Fonseca, dan belasan surga pajak, seperti Panama. Shell company juga hanya salah satu modus untuk menyembunyikan aset dan menghindari pajak. Yang terkuak lewat Dokumen Panama (Panama Papers), menurut seorang profesor akunting dari Concordia University, hanya puncak gunung es praktik seperti itu.

Tak semua surga pajak di dunia ini berupa negara. Bisa juga berupa teritori yang merupakan bagian dari wilayah negara. Sebagian dari surga pajak adalah teritori negara maju, seperti Inggris, Belanda, dan Amerika Serikat, selain negara berkembang yang menawarkan pajak rendah untuk menarik "investor" asing.

Dari jumlah shell company, Panama berada di urutan ketiga setelah Kepulauan Virgin dan Hongkong. Surga pajak populer lain: Kepulauan Cayman, Barbados, Bermuda, dan Belize. Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia, PBB, dan bank sentral 139 negara menyebut nilai dana atau aset yang disembunyikan di kawasan surga pajak mencapai 21-32 triliun dollar AS. Jumlah itu belum termasuk dana milik jaringan teroris dan organisasi kejahatan lain.

Mossack Fonseca mengandalkan jaringan lawyer, bankir, dan akuntan di seluruh dunia yang saling bahu- membahu berusaha melindungi nasabah berduitnya.

Tax News

Search




Exchange Rates

Mata Uang Nilai (Rp.)
EUR 17068.99
USD 15710
GBP 19949.11
AUD 10293.61
SGD 11699.88
* Rupiah

Berlaku : 27 Mar 2024 - 2 Apr 2024