PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR PER - 3/BC/2024
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN PENUNDAAN ATAU PENGANGSURAN UTANG DI BIDANG KEPABEANAN DAN CUKAI
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 23 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 154 Tahun 2023 tentang Penundaan atau Pengangsuran Utang di Bidang Kepabeanan dan Cukai, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Petunjuk Pelaksanaan Penundaan atau Pengangsuran Utang di Bidang Kepabeanan dan Cukai;
Mengingat :
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 977);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.04/2016 tentang Pembayaran dan/atau Penyetoran Penerimaan Negara dalam rangka Kepabeanan dan Cukai Secara Elektronik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 433) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor Nomor 148/PMK.04/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.04/2016 tentang Pembayaran dan/atau Penyetoran Penerimaan Negara dalam rangka Kepabeanan dan Cukai Secara Elektronik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1158);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154 Tahun 2023 tentang Penundaan atau Pengangsuran Utang di Bidang Kepabeanan dan Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 1059);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENUNDAAN ATAU PENGANGSURAN UTANG DI BIDANG KEPABEANAN DAN CUKAI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
- Utang adalah utang kepabeanan dan/atau utang cukai.
- Utang Kepabeanan adalah pajak berupa bea masuk dan bea keluar yang masih harus dibayar termasuk bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, bea masuk pembalasan, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
- Utang Cukai adalah pajak berupa tagihan cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga berdasarkan Undang-Undang Cukai.
- Penundaan adalah pengunduran jangka waktu pembayaran Utang Kepabeanan.
- Pengangsuran adalah pembayaran Utang secara bertahap.
- Pembayaran Awal adalah pembayaran Utang yang telah mendapatkan persetujuan Penundaan atau persetujuan Pengangsuran sebelum jatuh tempo yang ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai mengenai persetujuan Penundaan atau Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai mengenai persetujuan Pengangsuran.
- Pihak Yang Terutang adalah orang pribadi atau badan hukum yang namanya tercantum dalam dokumen yang menyebabkan timbulnya Utang.
- Pengusaha Pabrik adalah orang pribadi atau badan hukum yang mengusahakan pabrik barang kena cukai.
- Kantor Bea dan Cukai adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat Pihak Yang Terutang melunasi Utang.
- Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
- Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
- Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
- Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut Portal adalah sistem integrasi seluruh layanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada semua pengguna jasa yang bersifat publik dan berbasis web.
Pasal 2
(1) |
Direktur Jenderal dapat memberikan persetujuan:
a. |
Penundaan atau Pengangsuran terhadap Utang Kepabeanan;atau |
b. |
Pengangsuran terhadap Utang Cukai. |
|
(2) |
Utang yang dapat diberikan Penundaan atau Pengangsuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan Utang yang timbul dari:
a. |
surat penetapan, meliputi:
1. |
Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP); |
2. |
Surat Penetapan Pabean (SPP); |
3. |
Surat Penetapan Sanksi Administrasi (SPSA); |
4. |
Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP); |
5. |
Surat Penetapan Perhitungan Bea Keluar (SPPBK); |
6. |
Surat Penetapan Kembali Perhitungan Bea Keluar (SPKPBK); dan |
7. |
surat penetapan lainnya yang diterbitkan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai. |
|
b. |
surat tagihan, meliputi:
1. |
Surat Tagihan Cukai (STCK-1); |
2. |
Surat Pemberitahuan dan Penagihan Biaya Pengganti (SPPBP-1); dan |
3. |
surat tagihan lainnya yang diterbitkan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai. |
|
c. |
Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan; atau |
d. |
putusan badan peradilan pajak, meliputi:
1. |
putusan banding; dan |
2. |
putusan peninjauan kembali. |
|
|
(3) |
Penundaan atau Pengangsuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diberikan dalam hal Utang sedang diajukan upaya administratif atau upaya hukum. |
(4) |
Upaya administratif atau upaya hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
a. |
keberatan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai; |
b. |
banding sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai; |
c. |
pembetulan surat penetapan atau pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92A ayat (1) Undang-Undang Kepabeanan; atau |
d. |
pembetulan surat tagihan atau surat keputusan keberatan atau pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40A ayat (1) Undang-Undang Cukai. |
|
Pasal 3
(1) |
Penundaan atau Pengangsuran Utang Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dapat diberikan dengan mempertimbangkan kemampuan Pihak Yang Terutang dalam membayar Utang. |
(2) |
Pengangsuran Utang Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b dapat diberikan kepada Pihak Yang Terutang yang merupakan Pengusaha Pabrik yang mengalami kesulitan keuangan atau keadaan kahar. |
BAB II
PENGAJUAN PERMOHONAN
Pasal 4
(1) |
Pihak Yang Terutang dapat mengajukan permohonan Penundaan atau Pengangsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal. |
(2) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan dalam jangka waktu paling lambat sebelum surat paksa diberitahukan oleh Jurusita Bea dan Cukai kepada Pihak Yang Terutang sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penagihan pajak dengan surat paksa melalui Portal. |
(3) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan salinan digital dokumen:
a. |
surat penetapan, surat tagihan, Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan, atau putusan badan peradilan pajak; |
b. |
laporan keuangan periode berjalan berupa laporan keuangan interim periode terakhir dan laporan keuangan tahunan periode sebelumnya atau catatan sebagaimana diwajibkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai; |
c. |
catatan keuangan yang paling sedikit memuat informasi terkait:
1. |
total aset; |
2. |
total utang; |
3. |
total ekuitas; |
4. |
aset lancar; |
5. |
utang lancar; |
6. |
laba ditahan; |
7. |
penjualan; |
8. |
laba sebelum bunga dan pajak; dan |
9. |
laba bersih, |
dalam hal Pihak Yang Terutang tidak diwajibkan menyelenggarakan pembukuan yang menghasilkan laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada huruf b; dan |
d. |
surat kuasa khusus yang ditandatangani oleh Pihak Yang Terutang, dalam hal permohonan bukan diajukan oleh Pihak Yang Terutang. |
|
(4) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan karena Pihak Yang Terutang mengalami keadaan kahar, selain harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pihak Yang Terutang juga harus melampirkan salinan digital dokumen surat keterangan dari instansi berwenang yang menyatakan telah terjadi keadaan kahar. |
(5) |
Permohonan dinyatakan diterima secara lengkap apabila telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4). |
(6) |
Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian kelengkapan dokumen. |
(7) |
Atas hasil penelitian kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Pejabat Bea dan Cukai menerbitkan:
a. |
tanda terima permohonan Penundaan atau Pengangsuran, untuk permohonan dinyatakan lengkap; atau |
b. |
respon berupa surat pemberitahuan penolakan disertai alasan penolakan, untuk permohonan dinyatakan tidak lengkap. |
|
(8) |
Dalam hal permohonan ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b, Pihak Yang Terutang dapat mengajukan kembali permohonan Penundaan atau Pengangsuran sepanjang masih memenuhi jangka waktu permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(9) |
Surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
BAB III
PENELITIAN
Pasal 5
(1) |
Pejabat Bea dan Cukai pada Kantor Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap permohonan Penundaan atau permohonan Pengangsuran yang telah dinyatakan lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (7) huruf a melalui Portal. |
(2) |
Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. |
jangka waktu permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); |
b. |
pemenuhan syarat Utang tidak sedang diajukan upaya administratif atau upaya hukum lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3); |
c. |
kredibilitas Pihak Yang Terutang; |
d. |
kondisi keuangan Pihak Yang Terutang; dan |
e. |
keadaan kahar. |
|
Pasal 6
Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap pemenuhan syarat Utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b dengan memeriksa:
a. |
data pengajuan keberatan dan banding; |
b. |
data pengajuan pembetulan atas surat penetapan, surat tagihan, atau Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan; |
c. |
data pengajuan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi kepabeanan; dan/atau |
d. |
data pengajuan pembetulan, pengurangan, atau penghapusan sanksi administrasi cukai, |
pada aplikasi atau sumber terkait lainnya.
Pasal 7
(1) |
Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap kredibilitas Pihak Yang Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf c untuk memastikan Pihak Yang Terutang tidak mempunyai tunggakan Utang yang telah diberitahukan surat paksanya. |
(2) |
Dalam rangka memastikan Pihak Yang Terutang tidak mempunyai tunggakan Utang yang telah diberitahukan surat paksanya, Pejabat Bea dan Cukai dan/atau sistem melakukan penelitian pada catatan piutang. |
Pasal 8
(1) |
Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap kondisi keuangan Pihak Yang Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf d untuk menilai dan memastikan Pihak Yang Terutang mengalami kesulitan keuangan. |
(2) |
Penilaian kondisi keuangan Pihak Yang Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas:
a. |
laporan keuangan tahunan periode sebelumnya Pihak Yang Terutang; atau |
b. |
catatan keuangan dalam hal diajukan oleh Pihak Yang Terutang yang tidak diwajibkan menyelenggarakan pembukuan yang menghasilkan laporan keuangan, |
dengan metode Altman Z-Score sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(3) |
Pihak yang Terutang dinyatakan dalam kondisi kesulitan keuangan, apabila hasil penelitian atas:
a. |
laporan keuangan tahunan periode sebelumnya; atau |
b. |
catatan keuangan, |
menunjukan hasil perhitungan Altman Z-Score dengan nilai ≤ 2,60 (kurang dari atau sama dengan dua koma enam puluh). |
(4) |
Dalam hal hasil perhitungan Altman Z-Score sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menunjukkan penilaian > 2,60 (lebih dari dua koma enam puluh), dilakukan perhitungan ulang Altman Z-Score atas laporan keuangan periode berjalan berupa laporan keuangan interim periode terakhir. |
(5) |
Dalam hal perhitungan ulang Altman Z-Score sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menunjukkan penilaian ≤ 2,60 (kurang dari atau sama dengan dua koma enam puluh), Pihak Yang Terutang dinyatakan dalam kondisi kesulitan keuangan. |
(6) |
Dalam hal hasil perhitungan Altman Z-Score sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menunjukkan penilaian > 2,60 (lebih dari dua koma enam puluh) atau tidak tersedia laporan keuangan interim periode terakhir, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. |
dalam hal tidak terdapat informasi lain yang dilampirkan untuk menunjukkan bahwa Pihak Yang Terutang dalam kondisi kesulitan keuangan, Pihak Yang Terutang dinyatakan tidak dalam kondisi kesulitan keuangan; |
b. |
dalam hal terdapat informasi lain yang dilampirkan untuk menunjukkan bahwa Pihak Yang Terutang dalam kondisi kesulitan keuangan, Pejabat Bea dan Cukai melakukan wawancara dan/atau peninjauan lokasi terhadap Pihak Yang Terutang; atau |
c. |
dalam hal terdapat informasi keadaan kahar, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap keadaan kahar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf e. |
|
Pasal 9
Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap keadaan kahar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf e dengan:
a. |
memastikan kebenaran surat keterangan mengenai keadaan kahar dari instansi terkait yang disampaikan oleh Pihak Yang Terutang; dan |
b. |
melakukan wawancara dan/atau peninjauan lokasi untuk memastikan bahwa Pihak Yang Terutang mengalami kesulitan keuangan. |
Pasal 10
(1) |
Dalam rangka pelaksanaan wawancara dan/atau peninjauan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6) huruf b dan Pasal 9 huruf b, Kepala Kantor Bea dan Cukai menerbitkan surat tugas kepada Pejabat Bea dan Cukai. |
(2) |
Berdasarkan hasil wawancara dan/atau peninjauan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6) huruf b dan Pasal 9 huruf b, Pihak Yang Terutang dianggap mengalami kesulitan keuangan dalam hal Pihak Terutang memiliki nilai aset lancar dibanding utang lancar, termasuk Utang yang diajukan Penundaan atau Pengangsuran, kurang dari 1 (satu). |
(3) |
Hasil dari wawancara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuatkan berita acara sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(4) |
Hasil dari peninjauan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuatkan berita acara sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(5) |
Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) ditandatangani oleh Pihak Yang Terutang dan Pejabat Bea dan Cukai. |
(6) |
Pejabat Bea dan Cukai mengunggah berita acara yang telah ditandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (4) pada Portal. |
Pasal 11
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a, Pasal 6, Pasal 7 ayat (1), Pasal 8 ayat (1), dan Pasal 9 huruf a, serta hasil wawancara dan/atau hasil peninjauan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), Pejabat Bea dan Cukai membuat Laporan Hasil Penelitian melalui Portal.
BAB IV
PERSETUJUAN ATAU PENOLAKAN
Pasal 12
(1) |
Kepala Kantor Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal memberikan:
a. |
persetujuan Penundaan atau Pengangsuran; atau |
b. |
penolakan Penundaan atau Pengangsuran, |
terhadap permohonan Penundaan atau Pengangsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap. |
(2) |
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diberikan dalam hal:
a. |
permohonan Penundaan atau permohonan Pengangsuran dinyatakan lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (7) huruf a; |
b. |
jangka waktu permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) terpenuhi; |
c. |
Utang tidak sedang diajukan upaya administratif atau upaya hukum lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4); |
d. |
persyaratan kredibilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) terpenuhi; dan |
e. |
hasil penelitian kondisi keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3), Pasal 8 ayat (4), dan/atau Pasal 8 ayat (6) menunjukkan Pihak Yang Terutang dalam kondisi kesulitan keuangan; dan |
f. |
hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 menunjukan Pihak Yang Terutang mengalami keadaan kahar yang menyebabkan kesulitan keuangan. |
|
(3) |
Dalam hal permohonan Penundaan atau permohonan Pengangsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) diberikan persetujuan, Kepala Kantor Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal menerbitkan:
a. |
Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Penundaan pembayaran Utang Kepabeanan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; |
b. |
Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Pengangsuran Utang Kepabeanan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; atau |
c. |
Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Pengangsuran Utang Cukai dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
|
(4) |
Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dalam hal:
a. |
permohonan Penundaan atau permohonan Pengangsuran dinyatakan tidak lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (7) huruf b; |
b. |
jangka waktu permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) tidak terpenuhi; |
c. |
Utang sedang diajukan upaya administratif atau upaya hukum lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4); |
d. |
persyaratan kredibilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) tidak terpenuhi; |
e. |
hasil penelitian kondisi keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3), Pasal 8 ayat (4), dan/atau Pasal 8 ayat (6) menunjukkan Pihak Yang Terutang tidak dalam kondisi kesulitan keuangan; dan/atau |
f. |
hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 menunjukan Pihak Yang Terutang tidak mengalami keadaan kahar yang menyebabkan kesulitan keuangan. |
|
(5) |
Kepala Kantor Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal menerbitkan respon berupa surat pemberitahuan penolakan dengan disertai alasan penolakan terhadap penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4). |
(6) |
Surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(7) |
Dalam hal Kepala Kantor Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal tidak menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permohonan Penundaan atau Pengangsuran dianggap disetujui. |
(8) |
Dalam hal permohonan dianggap disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Kepala Kantor Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung setelah tanggal jatuh tempo sebagaimana dimaksud pada ayat (7) berakhir. |
(9) |
Apabila terhadap Utang telah diterbitkan surat paksa namun belum diberitahukan, surat paksa dilakukan pembatalan dalam hal Utang telah diberikan persetujuan untuk dilakukan Penundaan atau Pengangsuran. |
BAB V
JAMINAN
Pasal 13
(1) |
Dalam hal permohonan Penundaan atau Pengangsuran telah mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) atau Pasal 12 ayat (7), Pihak Yang Terutang harus menyerahkan:
a. |
jaminan bank; |
b. |
jaminan dari perusahaan asuransi; |
c. |
jaminan dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia; |
d. |
jaminan dari lembaga penjamin; |
e. |
jaminan perusahaan (Corporate Guarantee); atau |
f. |
jaminan aset berwujud. |
|
(2) |
Besaran nilai jaminan yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. |
paling sedikit sebesar Utang yang diajukan Penundaan ditambah bunga dalam hal Penundaan; atau |
b. |
paling sedikit sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari Utang yang diajukan Pengangsuran ditambah bunga, dalam hal diberikan persetujuan Pengangsuran. |
|
(3) |
Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki masa penjaminan paling singkat selama jangka waktu Penundaan atau Pengangsuran ditambah 30 (tiga puluh) hari. |
(4) |
Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diserahkan ke Kantor Bea dan Cukai paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) atau Pasal 12 ayat (7). |
(5) |
Atas penyerahan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan bukti penerimaan jaminan. |
(6) |
Penyerahan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penerbitan bukti penerimaan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai jaminan di bidang kepabeanan dan cukai. |
BAB VI
SKEMA PENUNDAAN DAN PENGANGSURAN
Pasal 14
(1) |
Penundaan atau Pengangsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) diberikan untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Penundaan atau Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Pengangsuran ditetapkan. |
(2) |
Penundaan atau Pengangsuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dan bagian bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh. |
(3) |
Dalam hal Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Penundaan atau Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Pengangsuran diterbitkan setelah jatuh tempo pembayaran, Utang yang tidak dibayar atau kurang dibayar dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan terhitung sejak tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan diterbitkannya Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Penundaan atau Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Pengangsuran dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh. |
(4) |
Bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dikenakan secara kumulatif untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. |
(5) |
Penghitungan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. |
dalam hal diberikan Penundaan, bunga dihitung berdasarkan pokok Utang; dan |
b. |
dalam hal diberikan Pengangsuran, bunga dihitung berdasarkan sisa pokok Utang. |
|
(6) |
Dalam Pengangsuran Utang, angsuran atas pokok Utang dibayar dalam jumlah yang sama untuk setiap angsuran. |
(7) |
Pokok Utang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dan ayat (6) merupakan nilai Utang yang tercantum pada:
a. |
surat penetapan; |
b. |
surat tagihan; |
c. |
Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan; atau |
d. |
utusan badan peradilan pajak, yang belum atau kurang dibayar. |
|
(8) |
Sisa pokok Utang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b merupakan selisih antara pokok Utang dengan pembayaran angsuran atas pokok utang oleh Pihak Yang Terutang. |
(9) |
Perhitungan nilai pembayaran atas:
a. |
Penundaan; atau |
b. |
Pengangsuran setiap bulan, |
dibulatkan ke atas dalam ribuan rupiah untuk setiap akun pembayaran. |
BAB VII
PEMBAYARAN AWAL
Pasal 15
(1) |
Utang yang telah mendapatkan Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Penundaan atau Pengangsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) atau Pasal 12 ayat (8), dapat dilakukan Pembayaran Awal. |
(2) |
Pembayaran Awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan untuk sebagian Utang atau seluruh Utang berdasarkan:
a. |
permohonan Pihak Yang Terutang; atau |
b. |
Keputusan Menteri mengenai pengembalian penerimaan negara di bidang kepabeanan dan cukai yang memperhitungkan pengembalian penerimaan negara terhadap Utang. |
|
Pasal 16
(1) |
Pembayaran Awal untuk sebagian Utang atau seluruh Utang berdasarkan permohonan Pihak Yang Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a, dilakukan dengan mengajukan permohonan Pembayaran Awal kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai melalui Portal. |
(2) |
Permohonan Pembayaran Awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan salinan digital dokumen:
a. |
Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Penundaan atau Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Pengangsuran; dan |
b. |
surat kuasa khusus yang ditandatangani oleh Pihak Yang Terutang, dalam hal Permohonan tidak diajukan oleh Pihak Yang Terutang. |
|
(3) |
Permohonan Pembayaran Awal dinyatakan diterima secara lengkap apabila telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan diterbitkan tanda terima. |
Pasal 17
(1) |
Kepala Kantor Bea dan Cukai melakukan penelitian kelengkapan permohonan Pembayaran Awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) melalui Portal. |
(2) |
Penelitian permohonan Pembayaran Awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 16 ayat (2). |
(3) |
Dalam hal hasil penelitian menunjukkan permohonan Pembayaran Awal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan telah memenuhi ketentuan, Kepala Kantor Bea dan Cukai menerbitkan surat persetujuan Pembayaran Awal Penundaan atau surat persetujuan Pembayaran Awal Pengangsuran. |
(4) |
Dalam hal hasil penelitian menunjukkan permohonan Pembayaran Awal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan tidak memenuhi ketentuan, Kepala Kantor Bea dan Cukai menerbitkan surat pemberitahuan penolakan disertai dengan alasan penolakan. |
(5) |
Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak permohonan Pembayaran Awal diterima secara lengkap. |
(6) |
Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(7) |
Surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 18
(1) |
Dalam hal permohonan Pembayaran Awal atas Utang yang telah mendapat Persetujuan Penundaan disetujui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3), nilai Pembayaran Awal digunakan untuk:
a. |
membayar pokok Utang yang belum atau kurang dibayar, dalam hal Pembayaran Awal atas sebagian Utang; atau |
b. |
membayar pokok Utang dan bunga yang belum atau kurang dibayar, dalam hal Pembayaran Awal atas seluruh Utang. |
|
(2) |
Bunga yang belum atau kurang dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan bunga yang timbul sampai dengan dilakukannya pembayaran. |
(3) |
Dalam hal permohonan Pembayaran Awal atas Utang yang telah mendapat Persetujuan Pengangsuran disetujui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3), nilai Pembayaran Awal digunakan untuk:
a. |
membayar pokok Utang yang belum atau kurang dibayar; dan |
b. |
membayar bunga angsuran pada periode angsuran saat dilakukan Pembayaran Awal, dalam hal belum dibayar. |
|
(4) |
Dalam hal pokok Utang yang dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) terdiri dari lebih dari satu akun penerimaan, nilai Pembayaran Awal dialokasikan secara proporsional berdasarkan nilai pokok Utang yang belum atau kurang dibayar dari tiap-tiap akun penerimaan negara. |
Pasal 19
(1) |
Dalam hal permohonan Pembayaran Awal disetujui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) Pejabat Bea dan Cukai menerbitkan kode billing bersamaan dengan penerbitan surat persetujuan Pembayaran Awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (5). |
(2) |
Billing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibayar sejak tanggal diterbitkan sampai dengan 1 (satu) hari sebelum tanggal pengenaan bunga bulan berikutnya. |
(3) |
Dalam hal sampai dengan jangka waktu pembayaran, billing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dilakukan pembayaran:
a. |
surat persetujuan Pembayaran Awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) tidak berlaku; dan |
b. |
Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Penundaan atau Pengangsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) atau Pasal 12 ayat (8) tetap berlaku. |
|
Pasal 20
(1) |
Pembayaran Awal untuk sebagian Utang atau seluruh Utang berdasarkan Keputusan Menteri mengenai pengembalian penerimaan negara di bidang kepabeanan dan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b, dilakukan dengan memperhitungkan pengembalian penerimaan negara terhadap Utang. |
(2) |
Pembayaran Awal berdasarkan perhitungan pengembalian penerimaan negara terhadap Utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yakni sebesar nilai pengembalian yang dialokasikan untuk pemotongan Utang. |
(3) |
Pengembalian penerimaan negara di bidang kepabeanan dan cukai dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengembalian penerimaan negara di bidang kepabeanan dan cukai. |
Pasal 21
(1) |
Dalam hal persetujuan Pembayaran Awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) atau Pembayaran Awal berdasarkan Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) hanya untuk sebagian Utang, Kepala Kantor Bea dan Cukai melakukan penghitungan kembali skema pembayaran Penundaan atau skema pembayaran Pengangsuran yang masih harus dibayar. |
(2) |
Berdasarkan hasil penghitungan kembali skema pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal mengenai perubahan atas Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan penundaan Utang Kepabeanan atau Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan pengangsuran Utang. |
(3) |
Perubahan Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak:
a. |
tanggal pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2); atau |
b. |
tanggal Keputusan Menteri mengenai pengembalian penerimaan negara di bidang kepabeanan dan cukai yang memperhitungkan pengembalian penerimaan negara terhadap Utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b. |
|
(4) |
Perubahan atas Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal menerbitkan:
a. |
Keputusan Direktur Jenderal mengenai perubahan skema penundaan pembayaran Utang Kepabeanan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; atau |
b. |
Keputusan Direktur Jenderal mengenai perubahan skema pengangsuran Utang dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
|
Pasal 22
(1) |
Perhitungan skema Penundaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Pembayaran Awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 atau Pasal 20 ayat (2) dapat mengacu pada simulasi sebagaimana tercantum pada Lampiran huruf L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(2) |
Tata cara perhitungan skema Pengangsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Pembayaran Awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 atau Pasal 20 ayat (2) dapat berpedoman pada simulasi sebagaimana tercantum pada Lampiran huruf M yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
BAB VIII
BERLAKUNYA KEPUTUSAN DAN AKIBAT HUKUM
Pasal 23
Dalam hal Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Penundaan Utang Kepabeanan atau Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Pengangsuran Utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) atau Pasal 12 ayat (8) telah diterbitkan dan jaminan telah diserahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4), Pejabat Bea dan Cukai:
a. |
melakukan pembukaan blokir akses kepabeanan dalam hal sebelumnya telah dilakukan pemblokiran akses kepabeanan kepada Pihak Yang Terutang karena tidak melunasi Utang yang diajukan Penundaan atau Pengangsuran; |
b. |
memberikan pelayanan kembali atas penyediaan dan pemesanan pita cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyediaan dan pemesanan pita cukai dalam hal sebelumnya pelayanan penyediaan dan pemesanan pita cukai kepada Pihak Yang Terutang tidak diberikan karena tidak melunasi Utang Cukai yang diajukan Pengangsuran; |
c. |
menerbitkan Surat Pemberitahuan Piutang Pajak Dalam Rangka Impor (SP3DRI) atas tagihan Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan/atau Pajak Penghasilan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penagihan, dalam hal Surat Paksa belum diterbitkan; dan |
d. |
menerbitkan kode billing untuk pembayaran:
1. |
29 (dua puluh sembilan) hari sebelum jatuh tempo Penundaan sesuai Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Penundaan; atau |
2. |
setiap awal periode pengangsuran sesuai Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Pengangsuran. |
|
Pasal 24
(1) |
Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Penundaan atau Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Pengangsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) atau Pasal 12 ayat (8), dicabut dalam hal:
a. |
Pihak Yang Terutang tidak menyerahkan jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4); |
b. |
Pihak Yang Terutang tidak melunasi Utang sampai dengan jatuh tempo Penundaan; |
c. |
Pihak Yang Terutang tidak membayar angsuran sesuai dengan jumlah atau waktu yang telah ditetapkan; |
d. |
Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) dicabut; |
e. |
Pihak Yang Terutang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga; |
f. |
Utang yang telah mendapatkan persetujuan Penundaan atau Pengangsuran diajukan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai; |
g. |
Utang yang telah mendapatkan persetujuan Penundaan atau Pengangsuran diajukan banding sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai; |
h. |
Utang yang telah mendapatkan persetujuan Penundaan atau Pengangsuran diajukan pembetulan surat penetapan atau pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92A ayat (1) Undang-Undang Kepabeanan; atau |
i. |
Utang yang telah mendapatkan persetujuan Pengangsuran diajukan:
1. |
pembetulan surat tagihan atau surat keputusan keberatan; atau |
2. |
pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa denda, |
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40A ayat (1) Undang-Undang Cukai. |
|
(2) |
Kepala Kantor Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal mengenai pencabutan Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Penundaan atau pencabutan Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Pengangsuran dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diketahuinya alasan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) |
Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf N yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 25
(1) |
Dalam hal Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Penundaan atau Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Pengangsuran dicabut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1), berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. |
jaminan dicairkan atau diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai jaminan di bidang kepabeanan dan cukai; |
b. |
dilakukan pemblokiran akses kepabeanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemblokiran di bidang kepabeanan; |
c. |
tidak diberikan pelayanan penyediaan dan pemesanan pita cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelunasan cukai; dan/atau |
d. |
dilakukan penagihan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penagihan Utang. |
|
(2) |
Dalam hal pencabutan Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Penundaan dilakukan sebelum jatuh tempo Penundaan, jaminan dicairkan atau diselesaikan sebesar pokok Utang ditambah dengan bunga yang dihitung sampai dengan tanggal surat klaim jaminan. |
(3) |
Dalam hal seluruh tagihan telah dibayar lunas, jaminan dikembalikan kepada Pihak Yang Terutang. |
(4) |
Pengembalian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai jaminan di bidang kepabeanan dan cukai. |
BAB IX
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 26
(1) |
Kepala Kantor Bea dan Cukai yang memberikan persetujuan Penundaan atau Pengangsuran melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan Penundaan atau Pengangsuran Utang paling sedikit sekali dalam 1 (satu) tahun. |
(2) |
Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
a. |
implementasi peraturan terkait dengan Penundaan atau Pengangsuran Utang; dan |
b. |
Portal yang digunakan dalam proses Penundaan atau Pengangsuran. |
|
(3) |
Hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada:
a. |
Direktur Jenderal, dalam hal Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Penundaan atau Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Pengangsuran diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai; atau |
b. |
Kepala Kantor Wilayah, dalam hal Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Penundaan atau Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Pengangsuran diterbitkan oleh Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai. |
|
(4) |
Hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dapat digunakan untuk perbaikan proses bisnis atau kebijakan terkait Penundaan atau Pengangsuran. |
BAB X
PENGELOLAAN PENUNDAAN ATAU PENGANGSURAN SECARA MANUAL
Pasal 27
(1) |
Dalam hal Portal belum tersedia atau mengalami gangguan, pelaksanaan:
a. |
pengajuan permohonan Penundaan atau permohonan Pengangsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1); |
b. |
penelitian permohonan Penundaan atau permohonan Pengangsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1); |
c. |
penyusunan Laporan Hasil Penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11; |
d. |
persetujuan atau penolakan terhadap permohonan Penundaan atau permohonan Pengangsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1); |
e. |
pengajuan permohonan Pembayaran Awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1); |
f. |
persetujuan Pembayaran Awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (5) dan penolakan Pembayaran Awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (6); dan |
g. |
pencabutan Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2), |
dilakukan secara manual. |
(2) |
Pelaksanaan secara manual atas:
a. |
pengajuan permohonan Penundaan atau permohonan Pengangsuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf O yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; |
b. |
penyusunan Laporan Hasil Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf P yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; dan |
c. |
pengajuan permohonan Pembayaran Awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf Q yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
|
(3) |
Pelaksanaan pengajuan permohonan Penundaan atau permohonan Pengangsuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan sesuai dengan tata cara sebagaimana dimaksud dalam Lampiran huruf R yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(4) |
Pelaksanaan pengajuan permohonan Pembayaran Awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilakukan sesuai dengan tata cara sebagaimana dimaksud dalam Lampiran huruf S dan Lampiran huruf T yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 28
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-52/BC/2011 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Permohonan Pengangsuran Pembayaran Tagihan Utang Cukai yang Tidak Dibayar pada Waktunya, Kekurangan Cukai, dan/atau Sanksi Administrasi Berupa Denda di Bidang Cukai dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 29
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 Februari 2024
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI.
Ditandatangani secara elektronik
ASKOLANI