Harian Bisnis Indonesia     10 Jan 2022

Asa Di Amnesti Pajak

Program Pengungkapan Sukarela (PPS) wajib pajak atau Tax Amnesty 2022 men-jadi katalis positif bagi pemerintah untuk mendulang penerimaan pada tahun ini, di tengah ketidakpastian ekonomi akibat kemunculan varian Omicron Covid-19.

Optimisme pemangku kebijakan itu dilandasi dukungan kalangan pelaku usaha serta realisasi pelaporan yang hingga hari kedelapan program ini berlangsung dinilai memuaskan.

Kendati demikian, efektivitas PPS masih diuji sejalan dengan minim nya informasi yang diperoleh oleh kalangan pelaku usaha kelas atas sebagai wajib pajak yang disasar dalam program berdurasi 6 bulan ini.

Dato Sri Tahir, pendiri Mayapada Group, menyatakan du kungannya terhadap PPS. Menurut ‘alumnus’ Tax Amnesty 2016 ini, pemerintah memiliki dasar dan alasan yang kuat sehingga kembali menerbitkan kebi jakan serupa dengan Pengampunan Pajak 5 tahun silam.

“Pasti pemerintah mempunyai alasan dan pertimbangan yang matang, jadi ya harus didukung,” ujar nya kepada Bisnis, pekan lalu.

Dukungan kuat juga disam paikan oleh Presiden Direktur PT Adaro Energy Tbk., Garibaldi Thohir. 

Sebagai peserta Tax Amnesty 2016, pria yang akrab disapa Boy Thohir ini pun meng apresiasi pemerintah yang kembali menggulirkan program serupa sela ma 1 Januari 2022—30 Juni 2022.

Antusiasme pelaku usaha dalam PPS juga terefl eksi di dalam realisasi per 8 Januari 2022, di mana sebanyak 2.078 wajib pajak telah mengikuti program ini dengan nilai harta bersih Rp1,04 triliun.

Terlepas dari dukungan tersebut, tidak sedikit kalangan pebisnis yang masih awam dengan program pengungkapan harta secara sukarela ini.

Hal ini berbeda jika diban dingkan dengan Tax Amnesty 2016 yang dikampanyekan secara masif oleh pemerintah sehingga mampu menarik jumlah peserta yang lebih banyak. Kondisi ini juga berkorelasi dengan tingginya dana hasil repatriasi harta di dalam program tersebut.

Selain itu, tarif tebusan di dalam Tax Amnesty 2016 juga jauh lebih murah yakni 2%—5% untuk re patriasi deklarasi dalam negeri, 4%—10% deklarasi luar negeri, serta 0,5%—2% untuk UMKM dengan deklarasi harta lebih dari Rp10 miliar.

Adapun di dalam PPS, tarif yang berlaku sebesar 6%—11% untuk peserta Tax Amnesty 2016 yang belum mengungkapkan seluruh asetnya, dan 12%—18% untuk wajib pajak orang pribadi yang memiliki harta 2016—2020 tetapi belum dilaporkan di dalam Surat Pem beritahunan (SPT) Tahunan 2020.

Terkait dengan hal tersebut, Ketua Komite Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Siddhi Widyaprathama mengatakan organisasinya terus melakukan sosialisasi kepada anggota untuk mengikuti program pengampunan.

Menurutnya, sejauh ini minat para pebisnis cukup tinggi, ter-utama untuk pengusaha yang belum terakomodasi di dalam Tax Amnesty 2016 serta mantan peserta Tax Amnesty 2016 yang belum sepenuhnya mengungkap hartanya kepada pemerintah.

“Karena ada wajib pajak yang belum sepenuhnya [melaporkan harta saat Tax Amnesty 2016], maka ini adalah kesempatan terbaik,” katanya.

Adapun soal tarif, Siddhi menilai besaran yang telah ditentukan dalam PPS cukup adil bagi wajib pajak. Menurutnya, tarif di dalam PPS memang wajib lebih tinggi ketimbang Tax Amnesty 2016 untuk menciptakan keadilan.

“Apabila ada aset yang belum diungkap, itu otomatis tidak berkembang sehingga tidak menghasilkan. Risikonya lebih besar dibandingkan dengan tarif yang harus ditebus [dalam PPS].

”Perihal pelaksanaan program kali ini, Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengatakan proses pelaksanaan PPS jauh lebih mudah karena seluruh tahapan bisa dilakukan secara dalam jaringan (daring), tidak hadir secara fisik ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sebagaimana Tax Amnesty 2016.

Adapun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjamin, seluruh sistem penunjang PPS telah berjalan dengan optimal dan aman sehingga wajib pajak tidak perlu khawatir untuk mengikuti program ini.

Menkeu pun meminta kepada seluruh wajib pajak yang belum melaporkan harta yang diperoleh sebelum 2015 atau yang diterima antara 2016—2020 untuk mengikuti program ini guna menghindari pengenaan denda sebesar 200%.

“Jadi begitu ini selesai Juni [2022], kita melakukan enforcement. Kalau tidak ikut berarti tarifnya 200% seperti yang ada di dalam UU,” katanya.

JUMLAH PESERTA

Sementara itu, pemerhati pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar memprediksi, kendati mendapatkan dukungan penuh dari dunia usaha, jumlah kepesertaan PPS jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan Tax Amnesty 2016.

Musababnya, euforia Tax Amnesty 2016 sangat besar sehingga peserta yang berada di luar radar otoritas fiskal pun turut berpartisipasi.

Namun, dia menilai rea lisasi hingga 8 Januari memuaskan karena berhasil menjaring 2.078 wajib pajak. “Rata-rata dari harta yang di deklarasaikan, belum ada wajib pajak besar. Sosialisasi perlu digencarkan.”


Tax News

Search




Exchange Rates

Mata Uang Nilai (Rp.)
EUR 17068.99
USD 15710
GBP 19949.11
AUD 10293.61
SGD 11699.88
* Rupiah

Berlaku : 27 Mar 2024 - 2 Apr 2024