Harian Bisnis Indonesia     5 Jan 2022

Membidik Setoran Pajak

Kendati dibayangi daya beli yang rentan dan berisiko menggerus setoran Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kinerja cemerlang dari penerimaan pajak sepanjang 2021 mampu mengungkit optimisme pemerintah untuk mengulang catatan manis pada tahun ini. 

Otoritas fiskal meyakini beragam amunisi yang tersimpan dalam UU No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) bakal menambah tebal kas negara.

Kalangan pelaku usaha pun sepakat bahwa UU HPP menjadi engsel utama bagi pemerintah untuk menebalkan penerimaan. Program Pengungkapan Sukarela (PPS), misalnya, yang dilaksanakan pada 1 Januari 2022—30 Juni 2022 mendapatkan respons yang tinggi.

Ketua Umum Asosiasi pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, pengusaha bakal memanfaatkan fasilitas PPS secara optimal, terutama yang belum mengikuti program Pengampunan Pajak 2016.

“Kalau masih ada harta yang belum diungkapkan pasti akan ikut karena rugi jika tidak ikut,” tuturnya, Selasa (4/1). 

Menurutnya, besarnya antusias kelompok pengusaha terhadap program pengampunan ini akan membantu pemerintah mengum-pulkan penerimaan pajak lebih maksimal.

Ajib Hamdani, Anggota Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Kebijakan Moneter dan Jasa Keuangan menambahkan, program tersebut sangat dinanti oleh wajib pajak untuk mengungkapkan harta yang belum tercatat di dalam Surat Pemberitahuan (SPT).

“Instrumen UU HPP menjadi daya dukung positif terhadap upaya otoritas untuk kembali bisa mengulang kesuksesan 2022,” ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan agar wajib pajak yang selama ini belum melaporkan pajaknya untuk segera memanfaatkan PPS atau Tax Amnesty Jilid II. 

Terlepas dari menguatnya optimisme tersebut, Ajib mengatakan bahwa otoritas fiskal tetap perlu melakukan langkah antisipasi untuk mencegah risiko tergerusnya penerimaan negara.

Dia tidak memungkiri bahwa muncul berbagai tantangan terbesar dalam upaya pengumpulan pajak a.l. integrasi data dan penguatan lembaga pajak. 

Dengan menganut asas self assessment, maka kunci pencapaian penerimaan adalah efektivitas edukasi dan pengawasan yang dilakukan oleh otoritas.

Risiko lain adalah rentannya daya beli masyarakat. Hal itu terefleksi dalam tingkat inflasi sepanjang 2021 yang sebesar 1,8%, jauh di bawah target pemerintah yakni 3%.

Senada, Pemerhati Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar optimistis pada tahun ini otoritas fiskal mampu menembus sasaran pajak seiring dengan angka target di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang cukup moderat.

“Kemungkinan besar bisa mencapai target pajak tahun ini. Kuncinya ada pada implementasi kebijakan UU HPP dan effort dari sisi pengawasan,” katanya kepada Bisnis, Selasa (4/1).

Berdasarkan data Ditjen Pajak, per 3 Januari lalu peserta yang mengikuti program pengampunan sebanyak 326 wajib pajak, dengan setoran Pajak Penghasilan (PPh) Final sebesar Rp33,68 miliar. Adapun nilai harta bersih yang diungkapkan sebesar Rp253,77 miliar.

Katalis positif lainnya adalah pembatalan relaksasi tarif PPh Badan menjadi 20%. Dengan demikian, pada tahun ini wajib pajak korporasi tetap dikenakan tarif sebesar 22% atas penghasilan yang diperoleh.

Selain itu juga adanya penambahan lapisan PPh untuk wajib pajak orang pribadi, serta kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10% menjadi 11% yang berlaku mulai 1 April 2022.

Adapun pada 2022 pemerintah menetapkan target penerimaan pajak sebesar Rp1.277 triliun, lebih rendah dibandingkan dengan realisasi 2021 senilai Rp1.265 triliun. 

Artinya, pemangku kebijakan memiliki kesempatan yang besar dalam mengulang pencapaian penerimaan pajak di atas 100%.

Fajry menambahkan, kinerja pajak yang moncer pada 2021 disebabkan oleh upaya ekstra besar yang dilakukan Ditjen Pajak dari sisi pengawasan. 

Jika pengawasan dari proses pemeriksaan hingga penindakan pelanggar pajak tetap dimaksimalkan pada tahun ini maka peluang untuk mencapai target sangat terbuka.

Selain itu, efektivitas dari berbagai program dan kebijakan yang ada di dalam UU HPP juga menjadi faktor penentu. Pasalnya, pemerintah menargetkan regulasi tersebut mampu menambah penerimaan negara sebesar Rp130 triliun.

DAYA BELI MASYARAKAT

Direktur Eksekutif Center of Law and Economic Studies Bhima Yudhistira mengatakan kendati konsumsi mulai menggeliat, harga sejumlah kebutuhan pokok dan energi turut beranjak. Kondisi inilah yang memicu pelemahan daya beli masyarakat pada tahun ini.

Data infl asi pada 2021 itu juga mengindikasikan bahwa kemampuan masyarakat untuk berbelanja masih cukup terbatas kendati pemerintah memberikan beragam stimulus. Performa daya beli kian gontai tatkala pemerintah menaikkan tarif PPN.

Selain itu, kendala lain yang perlu diwaspadai adalah penurunan harga komoditas, setelah pada tahun lalu mencatatkan kenaikan sehingga berkontribusi pada menggemuknya penerimaan negara.

Sementara itu, Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM FEB) Universitas Indonesia Teuku Riefky mengatakan, penerimaan pajak yang mencapai 103,9% dari target APBN 2021 terbantu oleh harga komoditas yang melonjak tinggi.

Sementara itu, pada tahun ini, peningkatan harga komoditas diperkirakan kembali normal, sehingga setoran kepada negara diperkirakan lebih terbatas.

“Jika harga komoditas kembali normal dari sisi penerimaannya akan turun lagi. Ini memiliki potensi risiko karena di 2023 pemerintah harus melakukan konsolidasi fiskal,” kata Teuku Riefky.

Menurutnya, pemerintah perlu menyusun mitigasi risiko dalam rangka mengompensasi penurunan penerimaan pajak dari komoditas. 

Akan tetapi, tambahnya, langkah tersebut dilakukan tanpa menambah beban bagi wajib pajak sehingga pemerintah tidak kehilangan momentum pemulihan ekonomi.

Dalam kaitan ini, pemerintah optimistis target penerimaan pajak pada 2022 bisa terlampaui sejalan dengan pulihnya dunia usaha serta efektivitas berbagai program di dalam UU HPP.

Namun, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan, pemerintah masih terus mewaspadai berbagai risiko yang bisa memperlambat laju penerimaan negara.

Atas dasar itu, hingga saat ini otoritas fiskal masih belum mengubah postur anggaran di APBN 2022 kendati target penerimaan pajak lebih rendah dibandingkan dengan realisasi pada 2021.


Tax News

Search




Exchange Rates

Mata Uang Nilai (Rp.)
EUR 17068.99
USD 15710
GBP 19949.11
AUD 10293.61
SGD 11699.88
* Rupiah

Berlaku : 27 Mar 2024 - 2 Apr 2024