Harian Bisnis Indonesia     10 Mar 2021

Saatnya Tuntaskan Evaluasi Rezim Final

Bisnis, JAKARTA — Rencana pemerintah yang menyasar wajib pajak strategis atau masyarakat yang tergolong high wealth individual (HWI) perlu diimbangi dengan evaluasi atas kebijakan pajak penghasilan final. Musababnya, rezim final cenderung dinikmati oleh masyarakat kelas atas.

Selama ini, pemerintah mengobral tarif pajak penghasilan (PPh) final ke sejumlah sektor. Di antaranya bunga atas deposito, sektor konstruksi dan real estat, dan yang terbaru PPh Final atas dividen.

Kontribusi sektor tersebut terhadap produk domestik bruto (PDB) memang cukup besar. Akan tetapi, sumbangsihnya terhadap penerimaan pajak masih kecil.

Dengan kata lain, antara kontribusi sektor ini ke PDB dengan sumbangsih penerimaan pajak tidak elastis.

Sebagai gambaran, kontribusi sektor konstruksi dan real estat terhada PDB pada tahun lalu mencapai 13,65%.Sementara itu, realisasi penerimaan pajak keduanya pada 2020 hanya Rp69,42 triiun.

Sumbangsih real estat dan konstruksi ke penerimaan pajak masih kalah jauh dibandingkan dengan industri pengolahan, perdagangan, serta jasa keuangan dan asuransi.

Rezim PPh Final pun sebenarnya telah banyak dikritik. World Bank pada tahun lalu merilis laporan tentang skema dan pengenaan tarif pajak final untuk sektor konstruksi dan real estat di Indonesia.

Lembaga itu mencatat, mengembalikan rezim ke PPh Badan yang berlaku umum akan meningkatkan transparansi dan memastikan peningkatan ekuitas horizontal lintas sektor.

Sementara itu, berdasarkan catatan Bisnis, pemerintah melalui Kementerian Keuangan juga menyadari adanya risiko peng-gerusan penerimaan pajak dari pemberlakuan PPh Final, sehingga dibutuhkan evaluasi.

Berdasarkan informasi yang di-peroleh Bisnis dari internal Kementerian Keuangan, saat ini kajian tersebut tengah dituntaskan oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF).

Namun, Kepala BKF Kemente-rian Keuangan Febrio Kacaribu tidak merespons pertanyaan yang disampaikan Bisnis terkait dengan perkembangan dari evaluasi ter-sebut.

Belum lama ini, BKF pernah mengungkapkan bahwa dasar dari evaluasi itu adalah adanya under tax karena kebijakan exemption dan rezim pajak final untuk beberapa sektor sehingga kontribusinya ke penerimaan pajak tidak sejalan dengan besarnya sumbangsih terhadap PDB.

Di sisi lain, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor menyebutkan, penerimaan pajak dari sektor konstruksi dan real estat pada 2019 tercatat sebesar Rp90,45 triliun.

Adapun pada 2020, penerimaan pajak dari sektor tersebut tercatat sebesar Rp 70,14 triliun.“Penurunan realisasi penerimaan ini terjadi akibat menurunnya kegiatan konstruksi dan penjualan properti,” kata dia kepada Bisnis, Selasa (9/3).

Neil menyatakan belum mendapatkan informasi terkait dengan progres dari evaluasi rezim PPh Final yang dilakukan oleh BKF.

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan rezim PPh Final memang sepatutnya dievaluasi.

BERTAHAP

Namun menurut Fajry koreksi itu hendaknya dilakukan secara bertahap. Untuk saat ini, kata Fajry, pos yang perlu dievaluasi adalah PPh Final di sektor keuangan, di antaranya tarif atas bunga deposito dan dividen.

Langkah ini mendesak untuk dilakukan guna menopang upaya otoritas fiskal dalam memburu wajib pajak strategis alias HWI. (Bisnis, 9/3)

Dia menyontohkan PPh Final atas dividen yang seharusnya kelompok HWI dikenai tarif progresif sesuai PPh Pasal 17. “Karena akibat pandemi kelompok kaya tidak terlalu terdampak, bahkan ada yang menikmati ke-naikan aset keuangan.

Ini [PPh Final dividen dan deposito] yang perlu dievaluasi,” kata dia. Sementara itu, terkait dengan evaluasi penerapan PPh Final atas real estate dan konstruksi menurutnya dilakukan setelah kondisi ekonomi berangsur pulih.

Pasalnya, kedua sektor tersebut saat ini masih terdampak pandemi Covid-19. Fajry menambahkan, skema PPh Final memang memiliki keuntungan dan kerugian.

Keuntungannya adalah mampu memberikan kemudahan dari sisi administrasi, sedangkan kerugi-annya adalah penerimaan yang tergerus.

Tax News

Search




Exchange Rates

Mata Uang Nilai (Rp.)
EUR 17068.99
USD 15710
GBP 19949.11
AUD 10293.61
SGD 11699.88
* Rupiah

Berlaku : 27 Mar 2024 - 2 Apr 2024