Harian Kompas     1 Mar 2021

Target Diyakini Tercapai

Pemerintah yakin target penerimaan pajak pada 2021, yang naik 2,6 persen dari
2020, tercapai. Sejumlah strategi digulirkan di tengah banyak insentif pajak.

JAKARTA, KOMPAS — Kendati mengikis pendapatan negara, pelonggaran pajak diharapkan bisa melegakan likuiditas dunia usaha di tengah imbas pandemi Covid-19.
 
Sebagai gantinya, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan berkomitmen mencari basis pajak baru guna mengompensasi potensi hilangnya penerimaan pajak tahun ini akibat gelontoran insentif itu.

Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) juga optimistis target penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 sebesar Rp 1.229,6 triliun dapat dicapai.

Target ini naik 2,6 persen dari target tahun lalu sebesar Rp 1.198,8 triliun.

Adapun realisasi penerimaan pajak tahun lalu sebesar Rp 1.070 triliun, turun 19,7 persen dari periode yang sama 2019, sehingga kekurangan penerimaan pajak tahun lalu Rp 128,8 triliun.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Neilmaldrin Noor, Minggu (28/2/2021), mengatakan, perluasan basis pajak dilakukan terhadap sektor ekonomi yang sebelumnya masih belum maksimal dijangkau DJP dan sektor yang menikmati tambahan penghasilan pada masa pandemi.

”Strategi DJP untuk mengompensasi hilangnya penerimaan adalah intensifikasi, ekstensifikasi, dan penguatan penggunaan basis data.

Dengan cara ini, kami yakin target penerimaan pajak tercapai,” ujarnya saat dihubungi di Jakarta.

Meski menggerus potensi penerimaan pajak yang seharusnya diterima, Neilmaldrin menegaskan, insentif pajak tetap dilanjutkan pada 2021 guna menjaga likuiditas dunia usaha dan meningkatkan daya beli masyarakat.

Kedua faktor ini diharapkan mampu mendongkrak kinerja perekonomian agar bisa segera pulih dari dampak pandemi.

”Berkaca pada pemberian insentif pajak pada 2020, laju perekonomian domestik berangsur pulih.
 
Hal ini terlihat pada pertumbuhan ekonomi triwulan IV-2020 yang lebih baik jika dibandingkan triwulan-triwulan sebelumnya,” katanya.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ekonomi nasional pada triwulan IV-2020 tumbuh minus 2,19 persen.

Angka pertumbuhan ini membaik dibandingkan triwulan II-2020 dan III-2020 yang masing-masing tumbuh minus 5,32 persen dan 3,49 persen.

Pemerintah memperpanjang beberapa insentif pajak yang berlaku sejak 2020 mengingat pandemi Covid-19 masih membayangi sektor kesehatan dan ekonomi.

Perpanjangan pemberian insentif itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2021 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Covid-19.

Sejumlah insentif pajak yang masih akan dilanjutkan, antara lain, adalah insentif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, pajak UMKM, insentif PPh Pasal 22 Impor, dan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Adapun insentif yang baru tahun ini dijalankan pemerintah adalah insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Menahan guncangan Total insentif bagi dunia usaha dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada 2020 sebesar Rp 56,12 triliun.

Melalui program yang sama tahun ini, pemerintah menganggarkan insentif bagi dunia usaha Rp 53,9 triliun.

Dana tersebut dialokasikan untuk insentif PPh 21 dengan skema ditanggung pemerintah Rp 5,78 triliun, PPh 22 Impor Rp 13,08 triliun, pengurangan angsuran PPh 25 Rp 19,71 triliun, PPnBM Rp 2,99 triliun, dan insentif lainnya Rp 12,3 triliun.

Pengamat pajak Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengemukakan, berbagai insentif pajak akan mengurangi penerimaan negara akibat pelebaran kekurangan setoran pajak.

Kemenkeu mencatat, kekurangan setoran pajak pada 2020 mencapai Rp 128,8 triliun sehingga penerimaan pajak hanya 89,3 persen dari target.

”Seretnya penerimaan negara akanberdampak pada berkurangnyakekuatan fiskal untuk membiayai program Penanganan Covid-19 dan PEN,” ujarnya.

Meski begitu, Nailul mengakui, kebijakan gelontoran insentif pajak di sepanjang 2020 terbukti cukup mampu memberikan dukungan kepada dunia usaha dan masyarakat untuk menahan guncangan ekonomi akibat pandemi.
 
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan, relaksasi PPnBM dapat menambah produksi industri tomotif.

Hal ini akan menamah pemasukan negara sebesar Rp 1,4 triliun.  Adapun Bank Indonesia memperkirakan, relaksasi di
sektor otomotif dan propertikan mendorong lebih dari 0,5 ersen pertumbuhan di sektor konsumsi.

Tax News

Search




Exchange Rates

Mata Uang Nilai (Rp.)
EUR 17068.99
USD 15710
GBP 19949.11
AUD 10293.61
SGD 11699.88
* Rupiah

Berlaku : 27 Mar 2024 - 2 Apr 2024