Harian Bisnis Indonesia     17 Sep 2020

Pembiayaan Berharap Suntikan Tenaga

Bisnis, JAKARTA — Kalangan pelaku usaha pembiayaan berharap suntikan tenaga dari relaksasi beberapa jenis pajak di sektor otomotif yang tengah diusulkan kepada Kementerian Keuangan. 

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pembiayaan sektor otomotif berkontribusi lebih dari separuh dari total pembiayaan pada Juli 2020. 

Adapun, porsi terbesar disumbang oleh lini kendaraan mobil baru dengan porsi 28,51%. Kemudian, disusul sepeda motor baru 17,53% dan mobil bekas 13,62%.

Chief Executive Offi cer PT Indomobil Finance Indonesia Gunawan Effendi mengatakan relaksasi pajak bakal menurunkan harga jual kendaraan sehingga bisa menarik minat pembeli. 

Entitas usaha agen tunggal pemegang merek (ATPM) Grup Indomobil itu menyebut bahwa bila relaksasi diterapkan, perusahaan bisa menggunakannya sebagai momen untuk mengerek penyaluran pembiayaan. 

“Uang muka yang perlu disiapkan juga akan lebih kecil bila harga kendaraan menjadi lebih murah,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Rabu (16/9). 

Dari sisi penjualan mobil, realisasi pada Agustus 2020 tumbuh 5,2% secara bulanan. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyebutkan sepanjang 8 bulan pertama tahun ini, total kumulatif penjualan ritel otomotif nasional menyentuh angka 364.043 unit. 

Volume tersebut turun 46,4% dibandingkan periode tahun lalu yang membukukan 679.263 unit. Di tengah wacana relaksasi pajak, dia menilai masih ada beberapa faktor yang bakal menahan akselerasi penyaluran pembiayaan saat relaksasi pajak berlaku. 

Seperti diketahui, beberapa jenis pajak, seperti pajak kendaraan baru (PKB), pajak pertambahan nilai (PPN), hingga pajak pertambahan nilai barang mewah (PPnBM), diusulkan untuk dipangkas. 

Adapun dari usulan tersebut, PPN dan PPnBM merupakan jenis pungutan yang ditarik oleh pemerintah pusat. “Namun, tetap tergantung dari banyak faktor, antara lain jenis produk kendaraan, lokasi, bunga jual, profesi debitur dan kelayakan kredit, serta tingkat kompetisi,” tambahnya. 

Kendati ingin menggenjot distribusi pembiayaan, dia menuturkan bahwa aspek kehatihatian tetap dibutuhkan. Alasannya, iklim bisnis dan ekonomi masih diselimuti ketidakpastian yang tinggi akibat pandemi. 

Oleh sebab itu, perusahaan tetap menggunakan analisis risiko dan pengembalian modal (risk & return) guna mengantisipasi potensi kerugian. 

Terpisah, Direktur Penjualan dan Distribusi PT Mandiri Tunas Finance (MTF) Harjanto Tjitohardjojo menyatakan hal senada terkait dengan dampak relaksasi pajak. 

“Ini akan membantu pertumbuhan pembelian kendaraan, juga membantu pertumbuhan pembiayaan baru multifi nance.” Di sisi lain, stimulus pada lini pembiayaan mobil baru bakal menekan lini lain yang juga menyumbang kontribusi yang besar. 

“Di leasing itu baru terasa akan terpengaruh saat unit tarikan dilelang. Harganya bisa turun cukup dalam jika harga bekasnya jatuh,” katanya. 

Direktur Keuangan PT Wahana Ottomitra Multiartha Tbk. Zacharia Susantadiredja tengah menyalurkan pembiayaan multiguna jasa pada lini kendaraan roda empat dan dua. Dia pun berharap kinerja perusahaan bisa terkerek. 

“Tentu kami berharap adanya kenaikan permintaan atas sektor otomotif akan mendorong pertumbuhan bisnis di perusahaan pembiayaan juga,” katanya. 

Meskipun terdapat sentimen pada industri otomotif, dia menyebut perusahaan tetap menjaga pertumbuhan penyaluran tetap pada koridor risiko yang terukur. 

“Fokus kami sekarang menjalankan manajemen risiko dengan prinsip kehati-hatian untuk mengelola portofolio yang sudah ada dan untuk proses inisiasi pembiayaan yang baru. Lalu, disiplin dalam mengelola seluruh pengeluaran biaya dan tetap menjaga protokol kesehatan dalam seluruh kegiatan operasional perusahaan,” tuturnya. 

PERTANYAAN 

Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) 2B Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bambang W. Budiawan menjelaskan bahwa pertumbuhan industri pembiayaan diadang tantangan arus kas dan likuiditas. Kondisi tersebut terjadi sebagai imbas penerapan restrukturisasi kredit. 

Dia menilai bahwa relaksasi pajak bukanlah satu-satunya penawar mujarab bagi industri pembiayaan yang kadung tertekan akibat pandemi. Alasannya, kondisi ekonomi yang sulit mengimpit daya beli masyarakat. 

Dia justru mempertanyakan dampak relaksasi yang diusulkan berlaku hingga Desember 2020 itu. “Tidak serta merta [pajak 0%] akan memengaruhi industri. Apakah nasabah yang sanggup mencicil pinjaman di multifi nance akan meningkat drastis? Apakah multifi nance serta-merta memperoleh nasabah yang layak dibiayai? Apa serta merta multifi nance sudah sepenuhnya siap pendanaannya?” katanya. 

Bambang memperkirakan hanya sebagian kecil perusahaan pembiayaan yang siap untuk menangkap peluang jika terdapat relaksasi pajak kendaraan baru. Perusahaan-perusahaan pembiayaan bermodal tebal kemungkinan memiliki ruang yang lebih lapang untuk menikmati dampak relaksasi tersebut.  Sementara itu, sebagian besar lainnya tetap selektif dalam menyalurkan pembiayaan di tengah pandemi virus corona ini. 

Bambang berujar, terdapat dua hal yang dipertimbangkan para pelaku usaha pembiayaan, yakni likuiditas perusahaan dan kualitas debitur. 

Meskipun begitu, dia menilai bahwa wacana yang dikeluarkan pemerintah itu perlu mendapatkan dukungan. Selain dapat mendorong industri otomotif, relaksasi itu pun bisa merangsang pertumbuhan sektor-sektor derivatif manufaktur kendaraan. 

“Umumnya sektor [yang merasakan dampak relaksasi pajak] itu usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM), seperti suku cadang, jok kursi, aksesoris, dan lain-lain,” katanya.

Tax News

Search




Exchange Rates

Mata Uang Nilai (Rp.)
EUR 17020.23
USD 15594
GBP 19926.95
AUD 10286.43
SGD 11692.11
* Rupiah

Berlaku : 20 Mar 2024 - 26 Mar 2024