Harian Bisnis Indonesia     9 Oct 2019

Pemerintah Intensifkan Upaya Ekstra

Bisnis, JAKARTA – Pemerintah berupaya untuk mengintensifkan aktivitas upaya ekstra (extra effort) untuk menutup risiko pelebaran shortfall akibat rendahnya kepatuhan wajib pajak (WP).

Data yang dihimpun Bisnis menunjukkan, realiasi penerimaan pajak sampai Senin (7/10) hanya Rp912 triliun, mengalami kontraksi 0,31%. Di satu sisi, realisasi kepatuhan formal WP juga masih di bawah ekspektasi yakni 69,3% dari 18,3 juta WP yang wajib lapor Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).

Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan oto- ritas tengah berupaya meningkatkan kepatuhan WP untuk mendorong perbaikan penerimaan pajak.

Pemerintah, menurutnya, akan berusaha semaksimal mungkin agar shortfall penerimaan pajak tidak melebar dari outlook APBN 2019 yang dipatok 91,1% dari target penerimaan yakni senilai Rp1.577,5 triliun.

“Kita berupaya agar shortfall penerimaan pajak tahun ini tetap dalam kondisi yang terkelola secara APBN. Saat ini upaya-upaya extra effort sedang diintensifkan untuk itu,” kata Yoga kepada Bisnis , Selasa (8/10).

Sejauh ini, otoritas pajak telah memiliki sejumlah instrumen untuk mengejar gap penerimaan. Pertama, pembentukan task force yang betugas menganalisis dan memastikan pelaksanaan optimalisasi data.

Kedua, data atau informasi rekening milik WP yang dipertukarkan dengan sejumlah yurisdiksi tahun lalu.

Ketiga, otoritas telah mengimplementasikan compliance risk management (CRM) dan telah menerbitkan edaran yang menjadi panduan teknis untuk pelaksanaan CRM.

Edaran itu menjelaskan tiga aspek, yakni pelaksanaan CRM untuk ekstensifi kasi, pemeriksaan dan pengawasan, serta penagihan dan surat paksa.

Pada tahap ekstensifikasi, mekanisme dimulai dengan penyusunan daftar sasaran ekstensifikasi (DSE). Setelah DSE terindentifi kasi, otori- tas pajak kemudian mengurutkan berdasarkan analisis risiko.

Kemudian, implementasi CRM untuk kegiatan pemeriksaan dan pengawasan wajib pajak. Salah satu aktivitas yang dilakukan adalah menyusun daftar sasaran prioritas penggalian potensi secara spesifi k terhadap wajib pajak.

Adapun dalam penagihan pajak dan surat paksa, salah satu fungsi implementasi CRM dalam adalah kewajiban KPP untuk menentukan prioritas penagihan yang mengacu daftar prioritas tindakan penagihan pajak (DPTPP).

Kendati akan mengoptimalkan aktivitas extra effort melalui tiga instrumen tersebut, otoritas tetap tidak bisa berharap banyak. Sebab, selain risiko shortfall yang diproyeksikan lebih dari Rp200 triliun, pemerintah juga dihadapkan pada situasi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.

“Kami memahami kondisi ekonomi dan bisnis yang saat ini kurang baik. [Tetapi] kami laksanakan saja dulu [extra effort] , semoga hasilnya baik,” harapnya.

Dalam catatan Bisnis, WP yang bakal menjadi sasaran extra effort maupun peningkatan kepatuhan adalah wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi (orang kaya).

Kedua wajib pajak tersebut menjadi prioritas karena sampai akhir September 2019, rasio kepatuhan formal WP badan hanya sebesar 61% atau 900.936. Sedangkan rasio kepatuhan WP orang kaya lebih rendah dibandingkan dengan WP badan yakni 59,3% atau 1,9 juta.

Adapun dalam struktur penerimaan, PPh badan biasanya memiliki kontribusi lebih dari 20%. Namun pada Agustus 2019, dengan penerimaan yang hanya tumbuh 0,6%, kontribusi PPh ke penerimaan pajak hanya 19,4%.

Kondisi yang berbeda terjadi pada penerimaan pajak dari orang kaya. Meski masih tumbuh dua digit yakni di angka 15,35%, kontribusi penerimaan pajak dari kelompok ini masih sangat kecil. yakni berada pada kisaran 1%.

Bawono Kristiaji, Partner Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Fiscal Research, mengatakan tren pelemahan penerimaan pajak tersebut sebenarnya bisa menjadi pelajaran bagi otoritas dalam pencapaian target penerimaan pada masa depan.

Salah satunya dengan memperkuat struktur penerimaan agar tidak rentan goncangan dari sektor tertentu. Struktur pajak saat ini, katanya, sangat rentan dan mudah terhempas oleh ketidakpastian ekonomi global.

“Risiko shortfall penerimaan di tahun ini sepertinya akan melebar. Tekanan ekonomi terutama bagi dua sektor utama penerimaan yaitu pertambangan dan industri pengolahan, serta konsumsi masyarakat jelas sangat memukul penerimaan pada 2019 ini,” jelasnya.

BERLANJUT

Menurutnya, dengan prospek ekonomi yang masih belum stabil, tren pelemahan penerimaan diprediksi masih akan berlanjut hingga tahun depan.

Dia menambahkan pemerintah perlu memperkuat struktur penerimaan pajak yang tidak rentan misalnya dengan meningkatkan kontribusi PPh orang pribadi serta menggali gap pajak di sektor-sektor yang memiliki kinerja ekonomi baik namun tidak selaras dengan kinerja penerimaannya.

Dengan capaian penerimaan sejauh ini, realisasi penerimaan pajak hingga pengujung tahun kemungkinan hanya akan berada di angka 85%–87% atau sekitar Rp1.340,8 triliun hingga Rp1.372,4 triliun dari target penerimaan sebesar Rp1.577,5 triliun.

“Maksimal cuma 85%–87%. Jadi shortfall sekitar Rp200 triliun lebih,” ucap informasi yang diperoleh Bisnis di internal Ditjen Pajak.

Sinyal mengenai prospek penerimaan yang masih loyo tersebut sebenarnya telah disampaikan oleh Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan pekan lalu. Robert, waktu itu mengakui bahwa penerimaan sampai dengan September 2019 belum juga menunjukkan perbaikan.

Penyebab lesunya penerimaan pajak diantaranya, aktivitas ekonomi yang lesu dan tekanan dari percepatan restitusi yang dalam beberapa bulan terakhir masih tumbuh sangat tinggi.

Tax News

Search




Exchange Rates

Mata Uang Nilai (Rp.)
EUR 17068.99
USD 15710
GBP 19949.11
AUD 10293.61
SGD 11699.88
* Rupiah

Berlaku : 27 Mar 2024 - 2 Apr 2024