Harian Kontan     20 Jun 2019

Berharap Pajak Tak Lagi Ugal-Ugalan Kejar Setoran

Insentif pajak, pemanfaatan data wajib pajak dan teknologi jadi strategi baru pemerintah
 
JAKARTA. Pemerintah menawarkan paradigma baru untuk mengejar penerimaan pajak. Tak lagi sekadar mengejar setoran pajak secara ugal-ugalan dan bertangan besi dalam menggenjot kepatuhan wajib pajak, pemerintah justru menawarkan sejumlah insentif perpajakan, serta memanfaatkan basis data perpajakan.

Melalui sejumlah insentif tersebut, pemerintah berharap ekonomi bergulir lebih kencang. Toh ujung-ujungnya setoran pajak lebih tinggi jika laju ekonomi lebih kencang.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, Presiden Joko Widodo sudah memerintahkan agar disiapkan lebih banyak insentif perpajakan. Mulai dari menurunkan besaran tarif pajak, pemberian tax holiday, tax allowance, serta insentif lain.

Salah satu janji insentif pajak tersebut, misalnya, agenda menurunkan Pajak Penghasilan (PPh) untuk badan usaha. "Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) akan diubah supaya tarif lebih rendah. Saat ini tengah kami exercise seberapa cepat dan dihitung (PPh bagi badan usaha) rate-nya bisa turun 20%," kata Sri Mulyani di Istana Kepresidenan, Rabu (19/6).

Pemerintah juga membebaskan Pajak Penambahan Nilai (PPN) sewa pesawat dari luar negeri. Tujuannya agar mengurangi beban industri penerbangan.

Untuk industri properti pemerintah meningkatkan batas nilai hunian mewah yang dikenai PPh dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dari Rp 5 miliar sampai Rp 10 miliar, menjadi Rp 30 miliar. Selain itu, PPh hunian mewah juga turun dari 5% menjadi 1%. "Itu supaya sektor properti bisa menggeliat lebih bagus," kata Menkeu.

Selain menebar insentif pajak, Kementerian Keuangan (Kemkeu) juga merestrukturi- sasi secara minor struktur Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. Bersamaan itu, fokus kerja Ditjen Pajak juga bergeser untuk lebih mengoptimalkan pemanfaatkan data dan teknologi informasi.

"Restrukturisasi" Ditjen Pajak itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 87/PMK.01/2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan. Beleid ini ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 11 Juni 2019.

Salah satu perubahan krusialnya adalah Ditjen Pajak akan lebih fokus mengoptimalkan data serta pemanfaatan teknologi informasi. Di sini, Ditjen Pajak akan mengoptimalkan peran Direktorat Teknologi Informasi dan Komunikasi, serta Direktorat Data dan Informasi Perpajakan. Dua direktorat itu merupakan perubahan dari direktorat yang lama.

Dua direktorat itulah menjadi ujung tombak pemanfaatkan data untuk menggali potensi pajak, serta mengawasi kepatuhan wajib pajak. "Sehingga efektif dan efisien untuk masing-masing fungsi tersebut," kata Hestu Yoga Saksama, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kemkeu, Rabu (19/6).

Perubahan ini juga untuk menyesuaikan struktur organisasi dengan core tax administrasion system. Ditjen Pajak sebelumnya memperkirakan, sistem core tax ini baru bisa digunakan tahun 2021 dan selesai tahun 2023.

Ketua Hipmi Tax Center, Ajib Hamdani berpendapat, penggunaan data dan teknologi mempermudah tax officer mengukur kepatuhan wajib pajak. "Kalau mengandalkan secara manual, kurang efektif," katanya.

Pengamat pajak DDTC, Darussalam menilai pembentukan Direktorat Teknologi Informasi dan Komunikasi di Ditjen Pajak sangat tepat. Ini efektif memetakan pola perilaku wajib pajak di era digital.

Tax News

Search




Exchange Rates

Mata Uang Nilai (Rp.)
EUR 17068.99
USD 15710
GBP 19949.11
AUD 10293.61
SGD 11699.88
* Rupiah

Berlaku : 27 Mar 2024 - 2 Apr 2024