Harian Kontan     15 Mar 2019

Aset WNI Rp 1.300 Triliun Sembunyi di Luar Negeri

Aset ini tidak dilaporkan saat program tax amnesty tahun 2016-2017
 
JAKARTA. Program pertukaran informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan atau Automatic Exchange of Information (AEoI) yang berlangsung sejak tahun 2018 mulai menunjukkan hasil.

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) menemukan ada ribuan triliun aset warga negara Indonesia (WNI) yang tersembunyi di luar negeri. Parahnya, ini disinyalir belum masuk dalam surat pemberitahuan pajak (SPT).

Kepala Sub Direktorat Pertukaran Informasi Direktorat Perpajakan Internasional Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Leli Listianawati menjelaskan, hingga 11 Maret 2018 lalu, Ditjen Pajak telah mengirimkan informasi keuangan kepada 54 negara. Sebaliknya Indonesia juga menerima in- formasi keuangan dari 66 negara melalui AEoI.

Hasilnya, "Ada lebih dari Rp 1.300 triliun (yang masih disimpan dan belum dilaporkan) ," kata Leli, Kamis (14/3). Namun, Leli masih merahasiakan data-data terkait aset itu. Apalagi, aparat pajak terikat perlindungan kerahasiaan atas informasi keuangan yang diterima di program AEoI.

Leli juga enggan menjelaskan status serta tindak lanjut kantor pajak atas temuan aset itu, termasuk terkair penerbit- an surat ketetapan kurang bayar pajak atau memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk memperbaikinya.

Namun, Leli meyakini nilai aset tersebut akan meningkat seiring bertambahnya jumlah negara yang mengirim informasi. Tahun ini, otoritas pajak akan menerima informasi dari 94 negara. Sementara Ditjen Pajak mengirim informasi ke 81 negara. Pertukaran informasi akan dilakukan pada September 2019 mendatang.

Dus, temuan aset WNI di luar negeri ini jelas bisa menjadi modal baru bagi Ditjen Pajak untuk mendongkrak penerimaan pajak.

Apalagi, sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 165/PMK.03/2017 tentang Pengampunan Pajak, aset yang tidak dilaporkan di program tax amnesty dianggap sebagai penghasilan sehingga dikenakan pajak penghasilan atau PPh saat ditemukan. Adapun besaran pajak sesuai aturan berlaku. Pemilik aset juga akan dikenai sanksi den- da hingga 200% dari nilai PPh yang kurang bayar.

Dengan tarif PPh wajib pajak perorangan sebanyak 30%, temuan harta di luar negeri tersebur bisa menghasilkan penerimaan Rp 390 triliun.

Ajib Hamdani Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Tax Center berpendapat, Ditjen Pajak harus membuat instrumen sebagai pengukur tax compliance yang efektif. Selanjutnya, petugas pajak harus melakukan law enforcement terhadap wajib pajak tidak patuh.

Cara ini agar memberikan keadilan bagi wajib pajak lain yang patuh. "Law enforcement misalnya, dengan melakukan proses pemeriksaan," kata Ajib, Kamis (14/3).

Pengamat pajak DDTC Bawono Kristiaji menegaskan Ditjen Pajak wajib menindaklanjuti hasil temuan AEoI tersebut. Narta yang tidak dilaporkan itu bisa menjadi data pembanding atau pencocokan data dengan profil SPT.

Dengan data itu, kantor pajak bisa menguji kebenaran data SPT. "Singkatnya, data itu bisa dijadikan alat menguji kepatuhan wajib pajak tersebut," kata Bawono.

Selama ini, salah satu penyebab tax ratio masih rendah karena tidak ada akses terhadap informasi keuangan luar negeri. Alhasil, data ini akan membantu meningkatkan kepatuhan dan sebagai konsekuensinya dapat menambah penerimaan pajak.

Tax News

Search




Exchange Rates

Mata Uang Nilai (Rp.)
EUR 17068.99
USD 15710
GBP 19949.11
AUD 10293.61
SGD 11699.88
* Rupiah

Berlaku : 27 Mar 2024 - 2 Apr 2024