Harian Kontan     16 Jul 2018

Harga Kertas Naik, Penerbit Lokal Terjepit

Pengusaha penerbitan meminta insentif pajak
 
JAKARTA. Harga kertas terus meningkat seiring menguatnya dollar AS dan pertumbuhan permintaan dari berbagai segmen bisnis. Sejatinya, meningkatnya harga kertas akan mempengaruhi sektor bisnis yang tergantung dengan kertas sebagai bahan baku, seperti percetakan dan penerbitan buku.

Jimmy Juneanto, Dewan Penasehat Persatuan Perusahaan Grafika Indonesia (PPGI), berpendapat kenaikan harga kertas sudah melampaui batas. Untuk kertas koran, misalnya, naik 35% menjadi Rp 13.200 per kg dari sebelumnya Rp 9.800 per kg. Adapun kertas HVS naik 34% menjadi Rp 17.200 per kg dari sebelumnya Rp 12.800 per kg. Dengan kenaikan harga tersebut, dia beranggapan produsen tak memperhatikan kondisi masyarakat Indonesia. “Dollar AS memang naik, tetapi komponen bahan baku kertas sebetulnya tersedia di Indonesia. Namun mereka (produsen) tidak peduli dan mengikuti kenaikan harga luar negeri,” ujar dia kepada KONTAN, Minggu (15/7).

Menurut Jimmy, produsen melihat kertas sebagai komoditas internasional, sehingga harganya mengikuti kenaikan dollar AS. Sedangkan komposisi kebutuhan kertas dalam negeri lebih besar dibandingkan luar negeri. “Komposisinya dalam negeri 65% dan luar negeri 35%,” ujar dia.

Oleh sebab itu, PPGI berharap produsen kertas menghitung kembali harga produknya, dengan mempertimbangkan komposisi kebutuhan dalam negeri yang lebih dominan. “Kertas adalah kepentingan bangsa untuk memajukan pendidikan dan perkembangan kebudayaan. Jadi, jika semakin mahal harga kertas, maka masyarakat akan kesulitan membeli barang cetakan,” ungkap Jimmy.

Dukungan pemerintah

Sementara, CEO Penerbit Mizan Group, Sari Meutia, mengatakan pihaknya belum merasakan dampak kenaikan harga kertas. "Kami masih wait and see," ujar dia kepada KONTAN, Minggu (15/7).

Ia memastikan Mizan Group belum akan menaikkan harga produk buku di tahun ini. Jika pun ada kenaikan kertas, Mizan menyiasatinya dengan memilih bahan cetak yang lebih ekonomis untuk menekan harga cetak tersebut.

Sari mengakui, apabila harga kertas naik terus menerus, maka akan berdampak pada ongkos produksi. "Dimana 20% dari harga buku adalah biaya cetaknya," sebut dia. Koordinator Divisi Pengembangan Organisasi Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi), Fikri Kongdarman, menyatakan industri penerbitan buku juga menghadapi kendala pajak produksi dan distribusi produk perbukuan. Dukungan pemerintah terhadap dunia perbukuan masih minim.

Saban tahun, Ikapi mencatat lebih dari 1.000 judul buku terbit per bulan, dengan 2.000- 3.000 eksemplar per judul buku tersebut. Namun sampai kini tidak terlacak data akan nilai penjualan buku tersebut.

Sekretaris Perusahaan PT Gramedia Asri Media, Yosef Adityo, mengatakan hal yang sama. Ia berharap, pemerintah membuat kebijakan yang berpihak pelaku usaha penerbitan buku. "Misalnya memberikan subsidi seperti dilakukan pemerintah India, sehingga harga buku bisa lebih terjangkau," kata dia.

Subsidi atau keringanan pajak setidaknya membantu para penerbit dalam menekan beban pajak dan biaya produksi yang terus membengkak. Sementara penjualan buku cenderung lesu akibat daya beli dan minat baca masyarakat yang menurun.

Tax News

Search




Exchange Rates

Mata Uang Nilai (Rp.)
EUR 17068.99
USD 15710
GBP 19949.11
AUD 10293.61
SGD 11699.88
* Rupiah

Berlaku : 27 Mar 2024 - 2 Apr 2024