Harian Kompas     20 Apr 2018

Hutan Restorasi Terkena Pajak Pemerintah

JAMBI, KOMPAS — Hutan Harapan di Jambi yang merupakan hutan hujan tropis yang sedang direstorasi dikenai pajak bumi dan bangunan oleh pemerintah. Akhir tahun lalu, PT Restorasi Ekosistem Indonesia menanggung utang pajak bumi dan bangunan sebesar Rp 4,8 miliar.

Hutan Harapan merupakan proyek restorasi hutan hujan tropis yang terletak di perbatasan Provinsi Jambi-Sumatera Selatan dengan luas 98.555 hektar (ha). Seluas 52.170 ha berada wilayah Banyuasin, Sumatera Selatan, dan 46.385 ha di Batanghari dan Sarolangun, Jambi. Sejak 2006, konsorsium PT Restorasi Ekosistem Konservasi Indonesia (REKI) memperoleh konsesi dari pemerintah untuk merestorasi hutan itu.

Presiden Direktur PT REKI Tonny R Suhartono, Kamis (19/4/2018) di Kabupaten Batanghari, Jambi, mengatakan, PT REKI telah dua kali menyurati Kementerian Keuangan untuk mendapatkan insentif ataupun keringanan pajak. Namun hingga sekarang belum ada keputusan dari kementerian tersebut.

Pajak bumi dan bangunan (PBB) dipungut karena status hutan itu adalah hutan alam produksi. Selama ini PT REKI masih berfokus pada restorasi atau memulihkan kawasan hutan sehingga belum menghasilkan pendapatan dari hasil hutan.

”Kami juga telah menyampaikan kendala ini kepada delegasi Uni Eropa dan Kementerian Luar Negeri yang memfasilitasi kunjungan mereka. Kami berharap ada solusi atas persoalan ini,” katanya.

Menurut Tonny, sejak lima tahun terakhir seluas 10.850 hektar dari total luas Hutan Harapan dirambah masyarakat dari luar daerah yang mengatasnamakan masyarakat adat. Mereka menggunakan sebagian besar lahan itu untuk perkebunan kelapa sawit.

Ada 20 kelompok masyarakat yang memanfaatkan lahan hutan itu secara ilegal. Rata-rata hitungan kasar PT REKI dari hasil penjualan tandan buah segar sawit itu Rp 230 miliar per bulan.

”Kendati seluas 10.850 hektar telah dikuasai mereka secara tidak resmi, kami tetap harus membayar pajak dengan luasan yang sama,” katanya.

Tonny menambahkan, fokus PT REKI ke depan adalah terus mempertahankan luasan dan merestorasi Hutan Harapan. PT REKI juga tengah merancang skema bisnis, misalnya dengan merestorasi Hutan Harapan dengan tanaman keras bernilai ekonomi, terutama tanaman buah-buahan dan karet.

PT REKI mencatat, dari 20 kelompok masyarakat, baru delapan kelompok yang telah menandatangani kesepakatan bersama tentang kemitraan pengelolaan Hutan Harapan. Adapun tiga kelompok akan menyusul kemudian. Kesepakatan kemitraan kehutanan itu antara lain tentang penataan ruang, pembagian hasil tanaman, dan jangka waktu pemanfaatan lahan.

Terkait dengan hasil, PT REKI akan menerima sebesar 15 persen dari hasil tanaman yang ditanam masyarakat. Dana itu akan digunakan untuk pelestarian hutan dan membayar pemenuhan kewajiban kepada negara.

Adapun terkait jangka waktu, khusus untuk komoditas sawit yang telanjur ditanam, hanya diperbolehkan selama 12 tahun. Setelah itu, tanaman tersebut akan diganti dengan tanaman kehutanan. Kelompok masyarakat itu juga wajib menanam 100 tanaman keras per hektar.

Dalam dialog terbatas delegasi UE dengan PT REKI, Rabu lalu, muncul sejumlah persoalan yang perlu segera diatasi. Beberapa di antaranya adalah keberlanjutan program restorasi ketika negara-negara UE tidak mendanai lagi, perambahan hutan dari masyarakat dari daerah lain, dan pajak tanah yang harus dibayar REKI kepada negara.

Kepala Pusat Pengembangan Kebijakan Kawasan Amerika-Eropa Kementerian Luar Negeri Leonard F Hutabarat, mengatakan, untuk program restorasi, UE memandang perlu ada kegiatan bisnis yang berkelanjutan, tetapi tidak merusak lingkungan hutan. Sementara perambahan hutan, perlu ada komitmen kuat dari pemerintah daerah untuk turut menyelesaikannya.

”Terkait dengan pajak terhadap tanah hutan yang direstorasi, kami tengah berkoordinasi dengan kementerian lain. Pastinya, pajak itu tidak bisa dibayarkan dengan menggunakan dana bantuan dari sejumlah negara di Uni Eropa,” katanya.

Tax News

Search




Exchange Rates

Mata Uang Nilai (Rp.)
EUR 17068.99
USD 15710
GBP 19949.11
AUD 10293.61
SGD 11699.88
* Rupiah

Berlaku : 27 Mar 2024 - 2 Apr 2024