Harian Kontan     18 Oct 2017

Eksportir Biodiesel Tunggu Putusan AS

Sudah berdiplomasi atas tudingan dumping biodiesel dengan AS, Kemdah tunggu putusan di 7 November 2017
 
JAKARTA. Hambatan ekspor minyak sawit dan turunnya ke Amerika Serikat (AS) masih terbentang di depan mata. Pemerintah AS masih mempersoalkan subsidi biodiesel dari program dana Badan Pengelolaan Dana Sawit (BPDP) dan kebijakan pajak ekspor yang dinilai lebih ringan.

Dua poin penting ini menjadi pembicaraan Pemerintah AS dan Indonesia yang diwakili Kementerian Perdagangan (Kemdag). Untuk meyakinkan AS terhadap dua poin ini, Kemdag harus dapat memberikan bukti dan penjelasan kepada pemerintah Negeri Paman Sam tersebut.

Oke Nurwan, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemdag mengatakan, pihaknya terus meningkatkan diplomasi dengan AS. Ia bilang, pada pertemuan akhir September 2017, Kemdag telah menyerahkan sejumlah berkas bantahan. "Berkas tambahan pun juga diserahkan. Hal itu dikarenakan setelah melakukan pendalaman masih terdapat bahan yang kurang," ujarnya kepada KONTAN, Selasa (17/10).

Ia menjelaskan, sebelumnya ada delapan tuduhan dari AS yang terkait dengan pemberian subsidi terhadap produk biodiesel Indonesia. Namun, dari delapan tuduhan itu tinggal dua tuduhan yang yang masih dipersoalkan oleh United States Department of Commerce (USDOC).

Pradnyawati, Direktur Pengamanan Perdagangan Kemdag menambahkan, US-DOC masih mempersoalkan subsidi untuk biodiesel B10, B15, dan B20. Namun pihaknya telah menjelaskan kalau subsidi dari program BPDP ini hanya diperuntukkan bagi penjualan dalam negeri. Sementara untuk produk biodiesel yang diekspor tidak dikenakan subsidi.

Subsidi juga dilatarbelakangi adanya komitmen antara pemerintah Indonesia dengan At the Paris climate conference (COP21) Paris. Pemerintah melakukan komitmen dengan COP21 Paris terkait energi terbarukan.

Pajak ekspor disoal


AS juga masih mempertanyakan kebijakan pajak ekspor biodiesel. Sebab kebijakan ini dinilai memberikan keringanan bagi pajak ekspor komoditas biodiesel. Hal itu membuat harga jual produk biodiesel Indonesia lebih murah dibandingkan dari negara lain. Tapi tuduhan ini dibantah, sebab pajak ekspor bukan subsidi melainkan policy pemerintah untuk mendukung program hilirisasi produk sawit di dalam negeri.

Pradnyawati berharap dengan jawaban itu, tuduhan subsidi terhadap biodiesel asal Indonesia segera dicabut. Apalagi dokumen klarifikasi telah diberikan pihak Indonesia kepada USDOC. “Sekarang kami menunggu verifikasi dari USDOC,” terang Pradnyawati
 
BM-subsidi, membuat harga CPO dan turunanya tidak lagi kompetitif.

Sejauh ini, Departemen Perdagangan AS berencana menerapkan Bea Masuk (BM) anti-subsidi sementara terhadap biodiesel. Keputusan final penerapan BM anti-subsidi ini bakal diputus 7 November 2017. Bila hal ini benar-benar dijalankan, maka ekspor biodisel ke AS akan dikenakan BM anti-subsidi rata-rata sebesar 45%. Tentu saja pajak ini membuat harga biodisel di AS tidak lagi kompetitif.

Komisaris Utama PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor mengatakan, kalangan produsen mewaspadai BM itu. Pasalnya, dengan dikenakan BM sekitar 45 %, maka harga Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya bakal naik. Namun sepanjang konsumen masih mau membeli dengan kenaikan harga ditambah BM, maka eksportir akan tetap menjual CPO dan turunannya nya ke AS. "Artinya sepanjang ada keuntungan bagi eksportir tidak masalah," imbuhnya.

Ekspor minyak sawit Indonesia ke AS terus meningkat dari 477.000 ton pada 2014 menjadi 1.08 juta ton 2016 karena harganya lebih murah dari minyak kedelai, produksi AS sendiri.

Tax News

Search




Exchange Rates

Mata Uang Nilai (Rp.)
EUR 17068.99
USD 15710
GBP 19949.11
AUD 10293.61
SGD 11699.88
* Rupiah

Berlaku : 27 Mar 2024 - 2 Apr 2024