PERATURAN MENTERI
KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 49/PMK.03/2019
TENTANG
TATA CARA PELAKSANAAN PROSEDUR PERSETUJUAN BERSAMA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
- bahwa Indonesia sebagai negara anggota G20 perlu
menyesuaikan diri
dengan perkembangan internasional di bidang perpajakan terkait
penerapan standar minimum dalam rencana aksi Nomor 14 proyek OECD/G20
Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) mengenai pencegahan dan
penyelesaian sengketa perpajakan internasional yang lebih efektif;
- bahwa untuk pencegahan dan penanganan sengketa
perpajakan
internasional yang lebih efektif, perlu dibentuk suatu peraturan yang
lebih memberikan kepastian hukum terutama terkait prosedur, jangka
waktu, dan tindak lanjut permintaan pelaksanaan prosedur persetujuan
bersama;
- bahwa ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan prosedur
persetujuan
bersama telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
240/PMK.03/2014
tentang Tata Cara Pelaksanaan Prosedur Persetujuan
Bersama (Mutual Agreement Procedure), tetapi belum sepenuhnya sesuai
dengan standar minimum dalam rencana aksi Nomor 14 proyek OECD/G20 BEPS
dan belum dapat memberikan kepastian hukum terutama terkait prosedur,
jangka waktu, dan tindak lanjut permintaan pelaksanaan prosedur
persetujuan bersama;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a,
huruf b, dan huruf c, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 59
Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pelaksanaan Prosedur Persetujuan
Bersama;
Mengingat :
- Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana
telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 16
Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat
atas Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4999);
- Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah,
terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
- Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5268);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PROSEDUR
PERSETUJUAN BERSAMA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
- Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah
Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang
Perubahan
Keempat Atas Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang.
- Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang
selanjutnya disingkat P3B adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia
dengan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra untuk mencegah
terjadinya pengenaan pajak berganda dan pengelakan pajak.
- Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra yang
selanjutnya disebut Mitra P3B adalah negara atau yurisdiksi yang
terikat dengan Pemerintah Indonesia dalam P3B.
- Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra
P3B yang selanjutnya disebut Otoritas Pajak Mitra P3B adalah otoritas
perpajakan pada negara mitra atau otoritas perpajakan pada yurisdiksi
mitra yang berwenang melaksanaan ketentuan dalam P3B.
- Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement
Procedure) yang selanjutnya disingkat MAP adalah prosedur
administratif yang diatur dalam P3B untuk menyelesaikan permasalahan
yang timbul dalam penerapan P3B.
- Pejabat Berwenang terkait pelaksanaan MAP yang
selanjutnya disebut Pejabat Berwenang adalah pejabat di Indonesia atau
pejabat di Mitra P3B yang berwenang untuk melaksanakan MAP sebagaimana
diatur dalam P3B.
- Persetujuan Bersama adalah hasil yang telah
disepakati dalam penerapan P3B oleh Pejabat Berwenang dari Pemerintah
Indonesia dan Pejabat Berwenang dari pemerintah Mitra P3B sehubungan
dengan MAP yang telah dilaksanakan.
- Penentuan Harga Transfer adalah penentuan harga
dalam transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
- Warga Negara Indonesia yang mengajukan permintaan
pelaksanaan MAP yang selanjutnya disingkat WNI adalah Warga Negara
Indonesia berdasarkan ketentuan perundang-undangan di bidang
kewarganegaraan yang menjadi wajib pajak dalam negeri Mitra P3B.
- Pemohon adalah Wajib Pajak dalam negeri dan WNI.
BAB II
PENGAJUAN PERMINTAAN PELAKSANAAN MAP
Pasal 2
(1) |
Wajib
Pajak dalam negeri dapat mengajukan permintaan pelaksanaan MAP kepada
Direktur Jenderal Pajak sebagai Pejabat
Berwenang Indonesia dalam hal terjadi perlakuan perpajakan oleh
Otoritas Pajak Mitra P3B yang tidak sesuai dengan ketentuan P3B. |
(2) |
Perlakuan
perpajakan oleh Otoritas Pajak Mitra
P3B yang tidak sesuai dengan ketentuan P3B
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. |
pengenaan
pajak oleh Otoritas Pajak Mitra P3B
yang mengakibatkan terjadinya pengenaan pajak berganda yang disebabkan
oleh:
1) |
koreksi
Penentuan Harga Transfer; |
2) |
koreksi
terkait keberadaan dan/atau laba bentuk usaha tetap; dan/atau |
3) |
koreksi
obyek pajak penghasilan lainnya; |
|
b. |
pengenaan pajak termasuk pemotongan
atau
pemungutan pajak penghasilan di Mitra P3B
yang tidak sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam P3B; |
c. |
penentuan
status sebagai subjek pajak dalam negeri oleh Otoritas Pajak Mitra P3B; |
d. |
diskriminasi
perlakuan perpajakan di Mitra P3B; dan/atau |
e. |
penafsiran
ketentuan P3B. |
|
(3) |
Selain
permintaan pelaksanaan MAP oleh Wajib
Pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permintaan
pelaksanaan MAP dapat juga diajukan oleh:
a. |
WNI
melalui Direktur Jenderal Pajak; |
b. |
Direktur
Jenderal Pajak; atau |
c. |
Otoritas
Pajak Mitra P3B melalui Pejabat Berwenang Mitra P3B sesuai dengan
ketentuan dalam P3B. |
|
(4) |
Permintaan pelaksanaan MAP
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf
a diajukan atas segala bentuk perlakuan diskriminatif di Mitra
P3B yang
bertentangan dengan ketentuan mengenai nondiskriminasi sebagaimana
diatur dalam P3B. |
(5) |
Permintaan pelaksanaan MAP
oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b
dapat diajukan dalam rangka:
a. |
menghindari
pengenaan pajak berganda sebagai
akibat koreksi Penentuan Harga Transfer yang telah dilakukan oleh
Direktur Jenderal Pajak dengan mengusulkan penyesuaian
besarnya penghasilan kena pajak (corresponding adjustment) wajib pajak
dalam negeri Mitra P3B; |
b. |
menindaklanjuti
permohonan kesepakatan harga
transfer (advance pricing agreement/APA) yang diajukan oleh Wajib
Pajak dalam negeri termasuk pemberlakuannya untuk tahun pajak sebelum
periode kesepakatan harga transfer sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai tata cara pembentukan dan pelaksanaan
kesepakatan harga transfer (advance pricing agreement/APA); dan/atau |
c. |
menafsirkan
ketentuan P3B. |
|
(6) |
Permintaan
pelaksanaan MAP sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf b dan huruf c dapat diajukan bersamaan dengan
permohonan Wajib Pajak dalam negeri untuk mengajukan:
a. |
keberatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang KUP; |
b
. |
permohonan
banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 Undang-Undang KUP; atau |
c. |
pengurangan
atau pembatalan surat ketetapan pajak
yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b
Undang-Undang KUP. |
|
(7) |
Dalam
hal permintaan pelaksanaan MAP diajukan
bersamaan dengan pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(6), materi yang diajukan permintaan pelaksanaan MAP harus tercakup
dalam materi sengketa yang diajukan permohonan dimaksud. |
(8) |
Permintaan
pelaksanaan MAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) tidak
menunda:
a. |
kewajiban
membayar pajak yang terutang; dan |
b. |
pelaksanaan
penagihan pajak, |
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan. |
Pasal 3
(1) |
Permintaan
pelaksanaan MAP yang diajukan oleh Pemohon, harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. |
diajukan
secara tertulis dalam bahasa Indonesia; |
b. |
mengemukakan
ketidaksesuaian penerapan ketentuan P3B menurut Pemohon; |
c. |
diajukan
dalam batas waktu sebagaimana diatur
dalam P3B atau paling lambat 3 (tiga) tahun apabila tidak diatur dalam
P3B, terhitung sejak:
1) |
tanggal
surat ketetapan pajak; |
2) |
tanggal
bukti pembayaran, pemotongan, atau pemungutan pajak penghasilan; atau |
3) |
saat
terjadinya perlakuan perpajakan yang tidak sesuai dengan ketentuan P3B. |
|
d. |
ditandatangani
oleh Pemohon atau wakil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1)
Undang-Undang KUP; dan |
e. |
dilampiri
dengan:
1) |
surat
keterangan domisili atau dokumen lain yang
berisi identitas wajib pajak dalam negeri Mitra P3B yang terkait dengan
permintaan pelaksanaan MAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2)
huruf a dan huruf b; |
2) |
daftar
informasi dan/atau bukti atau keterangan
yang dimiliki oleh Pemohon yang menunjukkan bahwa perlakuan perpajakan
oleh Otoritas Pajak Mitra P3B tidak sesuai dengan ketentuan P3B
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan ayat (4); dan |
3) |
surat
pernyataan yang menyatakan kesediaan Pemohon untuk menyampaikan
informasi sebagaimana dimaksud pada angka 2) secara lengkap dan tepat
waktu. |
|
|
(2) |
Permintaan
pelaksanaan MAP sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b dan huruf c diajukan dalam batas waktu
sebagaimana diatur dalam P3B. |
(3) |
Permintaan
pelaksanaan MAP sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan Pasal 2 ayat (3) huruf c disampaikan kepada Direktur
Jenderal Pajak melalui:
a. |
Kepala
Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak dalam negeri terdaftar; atau |
b. |
Direktur
Perpajakan Internasional, dalam hal permintaan pelaksanaan MAP diajukan
oleh:
1) |
WNI;
atau |
2) |
Pejabat
Berwenang Mitra P3B. |
|
|
(4) |
Permintaan
pelaksanaan MAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan:
a. |
secara
langsung; |
b. |
melalui
pos dengan bukti pengiriman surat; atau |
c. |
dengan
cara lain melalui:
1) |
perusahaan
jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat; atau |
2) |
saluran
tertentu yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak sesuai dengan perkembangan teknologi informasi. |
|
|
(5) |
Permintaan
pelaksanaan MAP sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan format sesuai dengan contoh
tercantum dalam:
a. |
Lampiran
huruf A.1., untuk Pemohon Wajib Pajak dalam negeri; atau |
b. |
Lampiran
huruf A.2., untuk Pemohon WNI, |
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(6) |
Surat
pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf e angka 3) dibuat dengan menggunakan format sesuai dengan
contoh tercantum dalam Lampiran huruf A.3. yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
BAB III
PENANGANAN PERMINTAAN PELAKSANAAN MAP
Pasal 4
(1) |
Atas
permintaan pelaksanaan MAP sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), dilakukan penelitian terhadap:
a. |
kelengkapan
pemenuhan persyaratan permintaan
pelaksanaan MAP berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 ayat (1) atau ayat (2); dan |
b. |
kesesuaian
materi yang diajukan permintaan
pelaksanaan MAP dengan perlakuan perpajakan yang dapat diajukan
permintaan pelaksanaan MAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2),
ayat (3) huruf c, atau ayat (4), |
untuk menentukan dapat atau tidaknya permintaan pelaksanaan MAP
ditindaklanjuti. |
(2) |
Direktur
Jenderal Pajak menindaklanjuti hasil
penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terkait permintaan
pelaksanaan MAP yang diajukan oleh Pemohon dengan menerbitkan:
a. |
pemberitahuan
tertulis kepada Pemohon bahwa
permintaan pelaksanaan MAP dapat ditindaklanjuti dan permintaan
pelaksanaan MAP secara tertulis kepada Pejabat Berwenang Mitra P3B,
dalam hal permintaan pelaksanaan MAP memenuhi persyaratan dan
kesesuaian materi; atau |
b. |
surat
penolakan permintaan pelaksanaan MAP kepada
Pemohon yang mencantumkan hal-hal yang menjadi dasar penolakan, dalam
hal permintaan pelaksanaan MAP tidak memenuhi persyaratan dan/atau
tidak memenuhi kesesuaian materi, |
dalam batas waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya
permintaan pelaksanaan MAP. |
(3) |
Direktur
Jenderal Pajak menindaklanjuti hasil
penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terkait permintaan
pelaksanaan MAP yang diajukan oleh Pejabat Berwenang Mitra P3B dengan
menerbitkan:
a. |
pemberitahuan
tertulis kepada Pejabat Berwenang
Mitra P3B dan Wajib Pajak dalam negeri yang terkait dengan permintaan
pelaksanaan MAP bahwa permintaan pelaksanaan MAP
dapat ditindaklanjuti, dalam hal permintaan pelaksanaan MAP memenuhi
persyaratan; atau |
b. |
surat
penolakan permintaan pelaksanaan MAP kepada
Pejabat Berwenang Mitra P3B yang mencantumkan hal-hal yang
menjadi dasar penolakan, dalam hal permintaan
pelaksanaan MAP tidak memenuhi persyaratan, |
dalam batas waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya
permintaan pelaksanaan MAP. |
(4) |
Dalam
hal batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
(3) telah terlampaui dan Direktur
Jenderal Pajak belum menerbitkan pemberitahuan tertulis, permintaan
pelaksanaan MAP dianggap dapat ditindaklanjuti. |
(5) |
Atas
permintaan pelaksanaan MAP sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b, Direktur Jenderal Pajak
menerbitkan:
a. |
permintaan
pelaksanaan MAP secara tertulis kepada Pejabat Berwenang Mitra P3B; dan |
b. |
pemberitahuan
tertulis mengenai pengajuan
permintaan pelaksanaan MAP sebagaimana dimaksud pada huruf a kepada
Wajib Pajak dalam negeri yang terkait dengan permintaan pelaksanaan MAP. |
|
(6) |
Dalam
hal permintaan pelaksanaan MAP kepada Pejabat Berwenang Mitra P3B
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan ayat (5) huruf
a tidak
mendapatkan
jawaban tertulis dari Pejabat Berwenang Mitra P3B dalam batas waktu
paling lama 8 (delapan) bulan sejak disampaikan permintaan pelaksanaan
MAP, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan
pemberitahuan tertulis kepada:
a. |
Pemohon
atau Wajib Pajak dalam negeri yang
terkait dengan permintaan pelaksanaan MAP bahwa permintaan pelaksanaan
MAP tidak dapat ditindaklanjuti; dan |
b. |
Pejabat
Berwenang Mitra P3B bahwa permintaan pelaksanaan MAP dicabut. |
|
(7) |
Atas
permintaan pelaksanaan MAP yang ditolak sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b dan permintaan pelaksanaan
MAP yang tidak dapat ditindaklanjuti sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
huruf a, Pemohon dapat mengajukan kembali permintaan pelaksanaan MAP
sepanjang batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf
c belum terlampaui.
|
Pasal 5
(1) |
Direktur
Jenderal Pajak melaksanakan perundingan
dengan Pejabat Berwenang Mitra P3B dalam batas waktu selama 24 (dua
puluh empat) bulan terhitung sejak:
a. |
diterimanya
permintaan pelaksanaan MAP secara
tertulis dari Pejabat Berwenang Mitra P3B sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (3) huruf c; atau |
b. |
disampaikannya
permintaan pelaksanaan MAP secara
tertulis kepada Pejabat Berwenang Mitra P3B sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (2) huruf a dan ayat (5) huruf a. |
|
(2) |
Perundingan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. |
pertemuan
langsung; |
b. |
sambungan
telepon; |
c. |
konferensi
video; dan/atau |
d. |
saluran
lain yang disepakati oleh Direktur Jenderal Pajak dan Pejabat Berwenang
Mitra P3B. |
|
(3) |
Direktur
Jenderal Pajak membentuk delegasi
perunding dalam rangka perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(4) |
Hasil
perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dituangkan dalam Persetujuan Bersama yang dapat berisi kesepakatan
atau ketidaksepakatan atas materi yang diajukan permintaan pelaksanaan
MAP. |
(5) |
Persetujuan
Bersama yang berisi ketidaksepakatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat terjadi dalam kondisi sebagai
berikut:
a. |
perundingan
menghasilkan kesepakatan untuk membuat Persetujuan Bersama yang berisi
ketidaksepakatan; |
b. |
perundingan
tidak menghasilkan kesepakatan sampai
dengan berakhirnya batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1); |
c. |
perundingan
dilaksanakan bersamaan dengan proses banding sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6) huruf b dan sampai dengan
putusan
banding
diucapkan, perundingan belum
menghasilkan kesepakatan; |
d. |
telah
terlampauinya daluwarsa penetapan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang KUP untuk tahun pajak, bagian
tahun pajak, atau masa pajak yang dicakup dalam permintaan pelaksanaan
MAP dan perundingan belum
menghasilkan kesepakatan; atau |
e. |
Wajib
Pajak dalam negeri mengikuti program pengampunan pajak
sebagaimana diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan untuk tahun pajak, bagian tahun pajak, atau masa pajak yang
dicakup dalam permintaan pelaksanaan MAP. |
|
(6) |
Direktur
Jenderal Pajak menindaklanjuti hasil
perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan menerbitkan surat
keputusan dalam batas waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak:
a. |
diterimanya
pemberitahuan tertulis dari Pejabat
Berwenang Mitra P3B bahwa Persetujuan Bersama dapat dilaksanakan; dan |
b. |
disampaikannya
pemberitahuan tertulis kepada
Pejabat Berwenang Mitra P3B bahwa Persetujuan Bersama dapat
dilaksanakan. |
|
(7) |
Surat
keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) dibuat dengan menggunakan format sesuai dengan contoh tercantum
dalam:
a. |
Lampiran
huruf B.1., untuk Persetujuan Bersama Terkait Pengenaan Pajak Berganda;
atau |
b. |
Lampiran
huruf B.2., untuk Persetujuan Bersama Selain Terkait Pengenaan Pajak
Berganda, |
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(8) |
Surat
keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan kepada:
a. |
Pemohon; |
b. |
Wajib
Pajak dalam negeri yang terkait dengan
permintaan pelaksanaan MAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3)
huruf b dan huruf c; dan/atau |
c. |
unit
kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang
menindaklanjuti. |
|
Pasal 6
(1) |
Dalam
rangka perundingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1):
a. |
Pemohon
harus menyampaikan informasi dan/atau
bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf
e angka 2) secara langsung kepada Direktur Jenderal Pajak melalui
Direktur Perpajakan Internasional dalam bentuk hardcopy dan elektronik
paling lama 2 (dua) bulan setelah:
1) |
tanggal
diterbitkannya pemberitahuan tertulis bahwa permintaan pelaksanaan MAP
dapat ditindaklanjuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf
a; atau |
2) |
terlampauinya
batas waktu 1 (satu) bulan sehingga permintaan pelaksanaan MAP yang
diajukan oleh Pemohon dianggap
dapat ditindaklanjuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4). |
|
b. |
Direktur
Jenderal Pajak berwenang untuk:
1) |
meminta
informasi dan/atau bukti atau keterangan
selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf e angka 2
kepada:
a) |
Pemohon; |
b) |
Wajib
Pajak dalam negeri yang terkait dengan
permintaan pelaksanaan MAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(3) huruf b dan huruf c; dan/atau |
c) |
pihak
terkait lainnya; |
|
2) |
melakukan pembahasan
dengan Pemohon, Wajib Pajak dalam negeri yang terkait dengan permintaan
pelaksanaan MAP
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b dan huruf c,
dan/atau pihak terkait lainnya; |
3) |
melakukan peninjauan
ke tempat kegiatan usaha Pemohon dan/atau Wajib Pajak dalam negeri yang
terkait dengan
permintaan pelaksanaan MAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3)
huruf b dan huruf c; |
4) |
melakukan pertukaran
informasi perpajakan dalam rangka MAP kepada Otoritas Pajak Mitra P3B;
dan/atau |
5) |
melakukan pemeriksaan
tujuan lain dalam rangka MAP untuk mendapatkan
informasi dan/atau bukti atau keterangan yang diperlukan dalam rangka
penyelesaian MAP. |
|
|
(2) |
Untuk keperluan
perundingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
(1), Pejabat Berwenang Mitra P3B dapat meminta informasi dan/atau bukti
atau keterangan kepada pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b angka 1). |
(3) |
Permintaan
informasi dan/atau bukti atau
keterangan oleh Pejabat Berwenang Mitra P3B sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) hanya dapat dilakukan melalui:
a. |
prosedur
pertukaran informasi berdasarkan
permintaan kepada Direktur Jenderal Pajak sebagaimana diatur dalam P3B
atau perjanjian internasional yang mengatur mengenai pertukaran
informasi perpajakan; dan/atau |
b. |
permintaan
secara langsung kepada delegasi
perunding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) selama proses
perundingan. |
|
(4) |
Direktur
Jenderal Pajak dapat menghentikan
perundingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dalam hal:
a. |
Pemohon
tidak menyampaikan informasi dan/atau
bukti atau keterangan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a; atau |
b. |
Pejabat
Berwenang Mitra P3B meminta informasi
dan/atau bukti atau keterangan tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
|
(5) |
Direktur
Jenderal Pajak menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis mengenai penghentian perundingan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada:
a. |
Pemohon; |
b. |
Wajib
Pajak dalam negeri yang terkait dengan permintaan pelaksanaan MAP;
dan/atau |
c. |
Pejabat
Berwenang Mitra P3B. |
|
(6) |
Pemberitahuan
tertulis mengenai penghentian
perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dan huruf b
dibuat dengan menggunakan format sesuai dengan contoh tercantum dalam
Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini. |
Pasal 7
Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan permintaan pelaksanaan MAP
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 diatur dalam
Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
BAB IV
PENCABUTAN PERMINTAAN PELAKSANAAN MAP
Pasal 8
(1) |
Atas
permintaan pelaksanaan MAP sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (3) dapat diajukan permohonan
pencabutan oleh:
a. |
Pemohon; |
b. |
Direktur
Jenderal Pajak; dan/atau |
c. |
Pejabat
Berwenang Mitra P3B. |
|
(2) |
Permohonan
pencabutan oleh Pemohon sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dan Pejabat Berwenang Mitra P3B
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diajukan kepada Direktur
Jenderal Pajak melalui Direktur Perpajakan Internasional. |
(3) |
Permohonan
pencabutan yang diajukan oleh Pemohon
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
- diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
- diajukan dalam batas waktu paling lama 6 (enam)
bulan sejak dimulainya perundingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (1);
- mencantumkan alasan pencabutan; dan
- ditandatangani oleh Pemohon atau wakil sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang KUP.
|
(4) |
Permohonan
pencabutan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dibuat dengan menggunakan format sesuai dengan contoh
tercantum dalam:
- Lampiran huruf D.1., untuk Pemohon Wajib Pajak dalam
negeri; atau
- Lampiran huruf D.2., untuk Pemohon WNI,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(5) |
Atas
permohonan pencabutan yang diajukan oleh
Pemohon, Direktur Jenderal Pajak meneliti pemenuhan persyaratan
pencabutan permintaan pelaksanaan MAP sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dan menerbitkan pemberitahuan tertulis kepada:
- Pemohon bahwa permohonan pencabutan disetujui atau
tidak disetujui; dan
- Pejabat
Berwenang Mitra P3B bahwa permintaan
pelaksanaan MAP dicabut, dalam hal permohonan pencabutan disetujui dan
diajukan setelah dimulainya perundingan,
dalam batas waktu 10 (sepuluh)
hari kerja sejak permohonan pencabutan diterima oleh Direktur Jenderal
Pajak. |
(6) |
Pengajuan
permohonan pencabutan permintaan
pelaksanaan MAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c
dapat dilaksanakan sepanjang permohonan diajukan sebelum diperoleh
Persetujuan Bersama. |
(7) |
Atas
permohonan pencabutan permintaan
pelaksanaan MAP yang diajukan oleh Pejabat Berwenang Mitra P3B
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Direktur Jenderal Pajak
meneliti pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan
menerbitkan pemberitahuan tertulis kepada:
- Pejabat Berwenang Mitra P3B bahwa permohonan
pencabutan disetujui atau tidak disetujui; dan
- Wajib Pajak dalam negeri yang terkait dengan
permintaan pelaksanaan MAP oleh Pejabat Berwenang Mitra P3B bahwa
perundingan dihentikan, dalam hal permohonan pencabutan disetujui.
|
(8) |
Dalam
hal Direktur Jenderal Pajak mencabut
permintaan pelaksanaan MAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan pemberitahuan tertulis bahwa
perundingan dihentikan kepada:
- Pejabat Berwenang Mitra P3B; dan
- Wajib Pajak dalam negeri yang terkait dengan
permintaan pelaksanaan MAP oleh Direktur Jenderal Pajak.
|
(9) |
Pemberitahuan
tertulis mengenai penghentian
perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b dan ayat (8)
huruf b dibuat dengan menggunakan format sesuai dengan contoh tercantum
dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini. |
(10) |
Ketentuan
lebih lanjut mengenai penanganan
pencabutan permintaan pelaksanaan MAP sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sampai dengan ayat (9) diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal
Pajak. |
BAB V
TINDAK LANJUT PERSETUJUAN BERSAMA
Pasal 9
(1) |
Dalam
hal pelaksanaan MAP menghasilkan
Persetujuan Bersama sebelum surat ketetapan pajak diterbitkan, Wajib
Pajak dalam negeri yang terkait dengan pelaksanaan MAP melakukan
pembetulan Surat Pemberitahuan atau pengungkapan ketidakbenaran
pengisian Surat Pemberitahuan dengan memperhatikan hasil kesepakatan
dalam Persetujuan Bersama dalam batas waktu sebagaimana diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(2) |
Dalam
hal Wajib Pajak dalam negeri yang terkait
dengan pelaksanaan MAP tidak melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan
atau pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan dalam
batas waktu 3 (tiga) bulan sejak diterbitkannya surat keputusan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6) atau dengan memperhatikan
daluwarsa penetapan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang KUP,
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak dengan
memperhatikan hasil kesepakatan dalam Persetujuan Bersama. |
(3) |
Dalam
hal pelaksanaan MAP menghasilkan
Persetujuan Bersama setelah surat ketetapan pajak diterbitkan tetapi
tidak diajukan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6)
huruf a atau tidak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan
surat ketetapan pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 ayat (6) huruf c, Direktur Jenderal Pajak secara jabatan melakukan
pembetulan surat ketetapan pajak sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 Undang-Undang KUP dengan memperhatikan hasil kesepakatan
dalam Persetujuan Bersama. |
(4) |
Dalam
hal pelaksanaan MAP yang dilakukan
bersamaan dengan pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (6) huruf a atau pengajuan pengurangan atau pembatalan surat
ketetapan pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (6) huruf c menghasilkan Persetujuan Bersama sebelum surat
keputusan atas keberatan atau pengurangan atau pembatalan surat
ketetapan pajak yang tidak benar tersebut diterbitkan, Direktur
Jenderal Pajak menerbitkan surat keputusan tersebut dengan
memperhatikan hasil kesepakatan dalam Persetujuan Bersama. |
(5) |
Dalam
hal pelaksanaan MAP menghasilkan
Persetujuan Bersama setelah Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat
keputusan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak
benar atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6) huruf
c, Direktur Jenderal Pajak secara jabatan melakukan pembetulan surat
keputusan tersebut sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 Undang-Undang KUP dengan memperhatikan hasil kesepakatan dalam
Persetujuan Bersama. |
(6) |
Dalam
hal pelaksanaan MAP menghasilkan
Persetujuan Bersama setelah Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat
keputusan keberatan tetapi tidak diajukan banding atau Wajib Pajak
dalam negeri yang terkait dengan pelaksanaan MAP mengajukan banding
tetapi dicabut dan pengadilan pajak telah memberikan persetujuan
tertulis atas pencabutan banding tersebut, Direktur Jenderal Pajak
secara jabatan melakukan pembetulan atas surat keputusan keberatan
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
Undang-Undang KUP dengan memperhatikan hasil kesepakatan dalam
Persetujuan Bersama. |
(7) |
Dalam
hal pelaksanaan MAP menghasilkan
Persetujuan Bersama yang mengakibatkan terjadinya kelebihan atas
pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan yang terutang, wajib
pajak dalam negeri Mitra P3B mengajukan permohonan pengembalian pajak
yang seharusnya tidak terutang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(8) |
Tindak
lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
ayat (5), dan ayat (6) juga dapat dilaksanakan berdasarkan permohonan
Wajib Pajak dalam negeri yang terkait dengan pelaksanaan MAP sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(9) |
Ketentuan
lebih lanjut mengenai penyelesaian
tindak lanjut Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sampai dengan ayat (8) diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak. |
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 10
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, pelaksanaan MAP yang
dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 240/PMK.03/2014
tentang Tata Cara Pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual
Agreement Procedure) dan belum diterbitkan Keputusan Direktur Jenderal
Pajak yang
berisi mengenai Persetujuan Bersama, ditindaklanjuti berdasarkan
Peraturan Menteri ini.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 11
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 240/PMK.03/2014
tentang Tata Cara Pelaksanaan Prosedur
Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure) (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1952), dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 12
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 April 2019
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 26 April 2019
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 2019 NOMOR 468