PERATURAN MENTERI
KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 39/PMK.03/2018
TENTANG
TATA CARA PENGEMBALIAN PENDAHULUAN
KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
- bahwa ketentuan mengenai penetapan dan pencabutan penetapan
Wajib Pajak dengan kriteria tertentu untuk pengembalian pendahuluan
kelebihan pembayaran pajak telah diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 74/PMK.03/2012
tentang Tata Cara Penetapan dan Pencabutan Penetapan Wajib Pajak dengan
Kriteria Tertentu Dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan
Pembayaran Pajak;
- bahwa ketentuan mengenai pengembalian pendahuluan kelebihan
pembayaran pajak bagi Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu
telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.03/2013
tentang Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak bagi Wajib
Pajak yang Memenuhi Persyaratan Tertentu;
- bahwa ketentuan mengenai Pengusaha Kena Pajak berisiko
rendah yang diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran
pajak telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.03/2010
tentang Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah yang Diberikan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak;
- bahwa untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan likuiditas
Wajib Pajak serta mendukung program Pemerintah guna meningkatkan
kemudahan dalam berusaha, diperlukan penyederhanaan administrasi
pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak bagi Wajib Pajak
dengan kriteria tertentu, Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan
tertentu, dan Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a sampai dengan huruf d, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal
17C ayat (7) dan Pasal 17D ayat (3) Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang
Perubahan Keempat atas Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan menjadi Undang-Undang serta ketentuan Pasal 9 ayat (4d) Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa
kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan
Pembayaran Pajak;
Mengingat :
- Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana
telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang
Perubahan Keempat atas Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4999);
- Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir
dengan Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5069);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN PENDAHULUAN
KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
- Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah
beberapa kali diubah, terakhir dengan
Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2009
tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang
Perubahan Keempat atas Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan menjadi Undang-Undang.
- Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya
disebut Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa
kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
- Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan, meliputi
pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak
dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
- Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha
yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan
lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan
nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial
politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya,
termasuk kontrak investasi kolektif, bentuk usaha tetap, serta kantor
perwakilan perusahaan asing dan kontrak investasi bersama.
- Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk
apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang,
mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan,
memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan
usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
- Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang
dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN dan perubahannya.
- Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak yang
selanjutnya disebut Pengembalian Pendahuluan adalah pengembalian
kelebihan pembayaran pajak yang diberikan kepada Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C atau Pasal 17D Undang-Undang KUP,
atau Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN.
- Wajib Pajak yang Memenuhi Kriteria Tertentu yang dapat
Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak yang
selanjutnya disebut Wajib Pajak Kriteria Tertentu adalah Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C Undang-Undang KUP.
- Wajib Pajak yang Memenuhi Persyaratan Tertentu yang dapat
Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak yang
selanjutnya disebut Wajib Pajak Persyaratan Tertentu adalah Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D Undang-Undang KUP.
- Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Kegiatan Tertentu dan
Telah Ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah yang
selanjutnya disebut dengan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah adalah
Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c)
Undang-Undang PPN.
- Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi
Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang
terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam
Undang-Undang KUP.
- Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender
kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan
tahun kalender.
- Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu)
Tahun Pajak.
- Surat Pemberitahuan yang selanjutnya disingkat SPT adalah
surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan
dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak,
dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai perpajakan.
- SPT Tahunan adalah SPT untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian
Tahun Pajak.
- SPT Masa adalah SPT untuk suatu Masa Pajak.
- Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau
penyerahan Jasa Kena Pajak.
- Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang
seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan
Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau
pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar daerah pabean
dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean dan/atau
impor Barang Kena Pajak.
- Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya
disingkat NTPN adalah nomor yang tertera pada bukti penerimaan negara
yang diterbitkan melalui modul penerimaan negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perbendaharaan negara.
- Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak
yang selanjutnya disingkat SKPPKP adalah surat keputusan yang
menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib
Pajak tertentu.
- Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya
disingkat Kanwil DJP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak
yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur
Jenderal Pajak.
- Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP
adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah
dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan SKPPKP setelah melakukan penelitian
atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari:
- Wajib Pajak Kriteria Tertentu;
- Wajib Pajak Persyaratan Tertentu; atau
- Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah.
BAB III
PENGEMBALIAN PENDAHULUAN
BAGI WAJIB PAJAK KRITERIA TERTENTU
Pasal 3
(1) |
Wajib
Pajak Kriteria Tertentu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 huruf
a dapat diberikan Pengembalian Pendahuluan terhadap
kelebihan
pembayaran Pajak Penghasilan maupun Pajak Pertambahan Nilai. |
(2) |
Wajib
Pajak Kriteria Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam hal Wajib Pajak memenuhi
kriteria sebagai berikut:
- tepat waktu dalam menyampaikan SPT;
- tidak
mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan
pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran
pajak;
- laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau
lembaga
pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat wajar tanpa pengecualian
selama 3 (tiga) tahun berturut-turut; dan
- tidak pernah dipidana
karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu
5 (lima) tahun terakhir.
|
(3) |
Tepat
waktu dalam menyampaikan SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
meliputi:
- Wajib
Pajak telah menyampaikan SPT Tahunan dalam 3 (tiga) Tahun Pajak
terakhir yang wajib disampaikan sampai dengan akhir tahun sebelum
penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu, dengan tepat waktu;
- Wajib
Pajak telah menyampaikan SPT Masa atas Masa Pajak Januari sampai dengan
November dalam Tahun Pajak terakhir sebelum penetapan Wajib Pajak
Kriteria Tertentu; dan
- dalam hal terdapat keterlambatan penyampaian
SPT Masa sebagaimana dimaksud dalam huruf b, keterlambatan tersebut
harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
- tidak lebih dari 3 (tiga) Masa Pajak untuk setiap
jenis pajak serta tidak berturut-turut; dan
- tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa
pada Masa Pajak berikutnya.
|
(4) |
Tidak
mempunyai tunggakan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b yaitu keadaan Wajib Pajak pada tanggal 31 Desember tahun
terakhir sebelum penetapan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu tidak
memiliki utang pajak yang melewati batas akhir pelunasan, kecuali
terhadap tunggakan pajak yang pembayarannya telah memperoleh izin
penundaan atau pengangsuran. |
(5) |
Laporan
keuangan yang diaudit oleh akuntan publik atau lembaga
pengawasan keuangan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
c yaitu laporan keuangan yang diaudit oleh akuntan publik atau lembaga
pengawasan keuangan pemerintah yang dilampirkan dalam SPT Tahunan Pajak
Penghasilan yang wajib disampaikan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut
sampai dengan akhir tahun sebelum tahun penetapan Wajib Pajak Kriteria
Tertentu. |
Pasal 4
(1) |
Untuk
dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), Wajib Pajak mengajukan
permohonan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar paling lambat tanggal 10
Januari. |
(2) |
Berdasarkan
permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur
Jenderal Pajak melakukan penelitian atas pemenuhan kriteria Wajib
Pajak Kriteria Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan
menerbitkan:
- keputusan penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu,
dalam hal Wajib Pajak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3; atau
- pemberitahuan kepada Wajib Pajak mengenai
penolakan
permohonan, dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi kriteria
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
|
(3) |
Penerbitan
keputusan penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu atau
pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan paling lama
1 (satu) bulan setelah diterimanya permohonan penetapan. |
(4) |
Apabila
sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan atau pemberitahuan,
permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap
dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan penetapan
Wajib Pajak Kriteria Tertentu. |
(5) |
Berdasarkan
data dan/atau informasi perpajakan yang dimiliki atau
diperoleh Direktorat Jenderal Pajak, Direktur Jenderal Pajak menetapkan
Wajib Pajak sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu secara jabatan dengan
menerbitkan keputusan penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu. |
Pasal 5
(1) |
Keputusan
penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan sampai dengan
dilakukan pencabutan penetapan oleh Direktur Jenderal Pajak. |
(2) |
Pencabutan
keputusan penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dalam hal Wajib Pajak:
- terlambat menyampaikan SPT Tahunan;
- terlambat menyampaikan SPT Masa atas suatu jenis
pajak dalam 2 (dua) Masa Pajak berturut-turut;
- terlambat menyampaikan SPT Masa atas suatu jenis
pajak untuk 3 (tiga) Masa Pajak dalam 1(satu) tahun kalender; atau
- dilakukan pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka
atau tindakan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
|
(3) |
Direktur
Jenderal Pajak melakukan pencabutan penetapan Wajib Pajak
Kriteria Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan menerbitkan
keputusan pencabutan penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu dan
memberitahukan keputusan pencabutan dimaksud kepada Wajib Pajak. |
(4) |
Wajib
Pajak yang telah dicabut penetapannya sebagai Wajib Pajak
Kriteria Tertentu dapat mengajukan kembali permohonan penetapan sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. |
Pasal 6
(1) |
Permohonan
Pengembalian Pendahuluan yang diajukan sejak Wajib Pajak
ditetapkan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu berdasarkan ketentuan
Peraturan Menteri ini, diproses sesuai dengan ketentuan Peraturan
Menteri ini. |
(2) |
Untuk
dapat memperoleh Pengembalian Pendahuluan,
Wajib Pajak Kriteria
Tertentu harus mengajukan permohonan dengan
cara mengisi
kolom Pengembalian Pendahuluan dalam SPT. |
(3) |
Berdasarkan permohonan Pengembalian Pendahuluan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak terlebih dahulu melakukan
penelitian kewajiban formal Pengembalian Pendahuluan, yaitu meliputi:
- penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu masih berlaku;
- Wajib
Pajak tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka
atau tindakan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;
- Wajib Pajak tidak terlambat menyampaikan SPT Masa
untuk suatu jenis pajak dalam 2 (dua) Masa Pajak berturut-turut;
- Wajib
Pajak tidak terlambat menyampaikan SPT Masa untuk suatu jenis pajak
dalam 3 (tiga) Masa Pajak dalam 1(satu) tahun kalender; dan
- Wajib Pajak tidak terlambat menyampaikan SPT Tahunan.
|
(4) |
Dalam
hal Wajib Pajak Kriteria Tertentu tidak memenuhi ketentuan
kewajiban formal Pengembalian Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), terhadap Wajib Pajak tidak diberikan Pengembalian Pendahuluan. |
(5) |
Dalam
hal Wajib Pajak Kriteria Tertentu memenuhi ketentuan kewajiban
formal Pengembalian Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti dengan melakukan penelitian
terhadap:
- kebenaran penulisan dan penghitungan pajak;
- bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak
Penghasilan yang dikreditkan Wajib Pajak pemohon; dan
- Pajak Masukan yang dikreditkan dan/atau dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak pemohon.
|
(6) |
Penelitian
terhadap kebenaran penulisan dan penghitungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) huruf a dilakukan dengan memastikan kebenaran
penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan/atau pembagian suatu bilangan
dalam penghitungan pajak. |
(7) |
Terhadap
bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dilakukan penelitian dengan
cara memastikan bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak
Penghasilan telah dilaporkan dalam SPT Wajib Pajak pemohon dan SPT
pemotong atau pemungut pajak. |
(8) |
Terhadap
Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c dilakukan
penelitian dengan cara memastikan:
- Pajak
Masukan yang dikreditkan oleh Wajib Pajak Kriteria Tertentu telah
dilaporkan dalam SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai Pengusaha Kena Pajak
yang membuat Faktur Pajak; dan/atau
- Pajak Masukan yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
Kriteria Tertentu telah divalidasi dengan NTPN.
|
(9) |
Berdasarkan
penelitian terhadap bukti pemotongan atau bukti pemungutan
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), penghitungan
kelebihan pembayaran pajak dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
- bukti
pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan yang dilaporkan
dalam SPT pemotong atau pemungut pajak dan tidak dikreditkan dalam SPT
Wajib Pajak pemohon, tidak diperhitungkan sebagai bagian dari
kelebihan pembayaran pajak; dan/atau
- bukti pemotongan atau bukti
pemungutan Pajak Penghasilan yang dikreditkan dalam SPT Wajib Pajak
pemohon dan belum dilaporkan dalam SPT Wajib Pajak pemotong atau
pemungut, tidak diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran
pajak.
|
(10) |
Berdasarkan
penelitian terhadap Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada
ayat (8), penghitungan kelebihan pembayaran
pajak dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
- Faktur Pajak yang dikreditkan Wajib Pajak
pemohon dan tidak dilaporkan
dalam SPT Masa Pajak Pertambahan
Nilai Pengusaha Kena Pajak yang
membuat Faktur Pajak, tidak
diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak; dan/atau
- Faktur
Pajak yang dilaporkan dalam SPT Masa Pajak Pertambahan
Nilai Pengusaha Kena Pajak yang
membuat Faktur Pajak dan tidak
dikreditkan Wajib Pajak pemohon, tidak diperhitungkan sebagai bagian
dari kelebihan pembayaran pajak.
|
(11) |
Hasil
penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) digunakan oleh
Direktorat Jenderal Pajak sebagai dasar untuk memberikan Pengembalian
Pendahuluan kepada Wajib Pajak. |
Pasal 7
(1) |
Berdasarkan
hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Direktur Jenderal
Pajak:
- menerbitkan SKPPKP, dalam hal:
- hasil
penelitian kewajiban formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3)
menunjukkan Wajib Pajak memenuhi ketentuan kewajiban formal dimaksud;
dan
- hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (11) menunjukkan terdapat kelebihan pembayaran pajak; atau
- tidak menerbitkan SKPPKP dan memberitahukan kepada
Wajib Pajak, dalam hal:
- hasil
penelitian kewajiban formal menunjukkan bahwa Wajib Pajak tidak, dapat
diberikan Pengembalian Pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (4); atau
- hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (11) menunjukkan tidak terdapat kelebihan pembayaran pajak.
|
(2) |
SKPPKP
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau pemberitahuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, diterbitkan paling lama:
- 3 (tiga) bulan, untuk Pajak Penghasilan; atau
- 1 (satu) bulan, untuk Pajak Pertambahan Nilai,
sejak permohonan diterima. |
(3) |
Apabila
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlampaui dan
Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan SKPPKP atau pemberitahuan,
permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Direktur
Jenderal Pajak
menerbitkan SKPPKP setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) berakhir. |
Pasal 8
(1) |
Dalam
hal jumlah kelebihan pembayaran pajak pada SKPPKP sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a tidak sama dengan jumlah dalam
permohonan Pengembalian Pendahuluan, Wajib Pajak Kriteria Tertentu
dapat mengajukan kembali permohonan Pengembalian Pendahuluan atas
selisih kelebihan pembayaran pajak yang belum dikembalikan melalui
surat tersendiri. |
(2) |
Dalam
hal Wajib Pajak Kriteria Tertentu tidak meminta pengembalian atas
selisih kelebihan pembayaran pajak yang belum dikembalikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak Kriteria Tertentu dapat melakukan
pembetulan SPT yang diajukan permohonan Pengembalian Pendahuluan. |
(3) |
Terhadap
permohonan Pengembalian Pendahuluan melalui surat tersendiri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) sampai dengan ayat (11). |
BAB IV
PENGEMBALIAN PENDAHULUAN
BAGI WAJIB PAJAK PERSYARATAN TERTENTU
Pasal 9
(1) |
Wajib
Pajak Persyaratan Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
huruf b dapat diberikan Pengembalian Pendahuluan terhadap kelebihan
pembayaran Pajak Penghasilan maupun Pajak Pertambahan Nilai. |
(2) |
Wajib
Pajak Persyaratan Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
- Wajib
Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekejaan bebas
yang menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar restitusi;
- Wajib
Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekejaan bebas yang
menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar restitusi dengan
jumlah lebih bayar paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah);
- Wajib
Pajak Badan yang menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar
restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah); atau
- Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan
SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai lebih bayar restitusi dengan jumlah
lebih bayar paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
|
Pasal 10
(1) |
Untuk
dapat memperoleh Pengembalian Pendahuluan, Wajib Pajak
Persyaratan Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) harus
mengajukan permohonan dengan cara mengisi kolom Pengembalian
Pendahuluan dalam SPT. |
(2) |
Berdasarkan
permohonan Pengembalian Pendahuluan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian terhadap:
- kebenaran penulisan dan penghitungan pajak;
- bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak
Penghasilan yang dikreditkan Wajib Pajak pemohon; dan
- Pajak Masukan yang dikreditkan dan/atau dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak pemohon.
|
(3) |
Penelitian
terhadap kebenaran penulisan dan penghitungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan dengan memastikan kebenaran
penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan/atau pembagian suatu bilangan
dalam penghitungan pajak. |
(4) |
Terhadap
bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan penelitian dengan
cara memastikan bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak
Penghasilan telah dilaporkan dalam SPT Wajib Pajak pemohon dan SPT
pemotong atau pemungut pajak. |
(5) |
Terhadap
Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan
penelitian dengan cara memastikan:
- Pajak
Masukan yang dikreditkan oleh Wajib Pajak Persyaratan Tertentu telah
dilaporkan dalam SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai Pengusaha Kena Pajak
yang membuat Faktur Pajak; dan/atau
- Pajak Masukan yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
Persyaratan Tertentu telah divalidasi dengan NTPN.
|
(6) |
Berdasarkan
penelitian terhadap bukti pemotongan atau bukti pemungutan
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penghitungan
kelebihan pembayaran pajak memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
- bukti
pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan yang dilaporkan
dalam SPT pemotong atau pemungut pajak dan tidak dikreditkan dalam SPT
Wajib Pajak pemohon, tidak diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan
pembayaran pajak; dan/atau
- bukti pemotongan atau bukti pemungutan
Pajak Penghasilan yang dikreditkan dalam SPT Wajib Pajak pemohon dan
belum dilaporkan dalam SPT Wajib Pajak pemotong atau pemungut, tidak
diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak.
|
(7) |
Berdasarkan
penelitian terhadap Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada
ayat (5), penghitungan kelebihan pembayaran pajak
dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
- Faktur Pajak yang dikreditkan Wajib Pajak
pemohon dan tidak dilaporkan
dalam SPT Masa Pajak Pertambahan
Nilai Pengusaha Kena Pajak yang
membuat Faktur Pajak, tidak
diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak; dan/atau
- Faktur
Pajak yang dilaporkan dalam SPT Masa Pajak Pertambahan
Nilai Pengusaha Kena Pajak yang
membuat Faktur Pajak dan tidak
dikreditkan Wajib Pajak pemohon, tidak diperhitungkan sebagai bagian
dari kelebihan pembayaran pajak.
|
(8) |
Hasil
penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan oleh
Direktur Jenderal Pajak sebagai dasar untuk memberikan Pengembalian
Pendahuluan kepada Wajib Pajak. |
Pasal 11
(1) |
Berdasarkan
hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Direktur Jenderal
Pajak:
- menerbitkan
SKPPKP, dalam hal hasil penelitian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10
ayat (8) menunjukkan terdapat kelebihan pembayaran pajak; atau
- tidak
menerbitkan SKPPKP dan memberitahukan kepada Wajib Pajak,
dalam
hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (8)
menunjukkan tidak terdapat kelebihan pembayaran pajak.
|
(2) |
SKPPKP sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a atau pemberitahuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, diterbitkan paling lama:
- 15 (lima belas) hari keja,
untuk permohonan Pengembalian Pendahuluan Pajak Penghasilan
orang pribadi;
- 1 (satu) bulan,
untuk permohonan Pengembalian Pendahuluan Pajak
Penghasilan Badan; atau
- 1 (satu) bulan,
untuk permohonan Pengembalian Pendahuluan Pajak
Pertambahan Nilai,
sejak permohonan diterima. |
(3) |
Apabila jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlampaui dan
Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan SKPPKP atau
pemberitahuan,
permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak
menerbitkan SKPPKP setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) berakhir. |
Pasal 12
(1) |
Dalam
hal jumlah kelebihan pembayaran pajak pada SKPPKP sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a tidak sama dengan jumlah dalam
permohonan Pengembalian Pendahuluan, Wajib Pajak Persyaratan Tertentu
dapat mengajukan kembali permohonan Pengembalian Pendahuluan atas
selisih kelebihan pembayaran pajak yang belum dikembalikan melalui
surat tersendiri. |
(2) |
Dalam
hal Wajib Pajak Persyaratan Tertentu tidak meminta pengembalian
atas selisih kelebihan pembayaran pajak yang belum dikembalikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak dapat melakukan
pembetulan SPT yang diajukan permohonan Pengembalian Pendahuluan. |
(3) |
Terhadap
permohonan Pengembalian Pendahuluan melalui surat tersendiri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) sampai dengan ayat (8). |
BAB V
PENGEMBALIAN PENDAHULUAN BAGI
PENGUSAHA KENA PAJAK BERISIKO RENDAH
Pasal 13
(1) |
Pengusaha
Kena Pajak yang melakukan kegiatan tertentu dan ditetapkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 huruf c diberikan Pengembalian Pendahuluan atas kelebihan
pembayaran Pajak Pertambahan Nilai pada setiap Masa Pajak. |
(2) |
Pengusaha
Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
- perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek
di Indonesia;
- perusahaan yang saham mayoritasnya dimiliki secara
langsung oleh pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah;
- Pengusaha
Kena Pajak yang telah ditetapkan sebagai Mitra Utama Kepabeanan sesuai
dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur
mengenai Mitra Utama Kepabeanan;
- Pengusaha Kena Pajak yang telah
ditetapkan sebagai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic
Operator) sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang
mengatur mengenai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic
Operator);
- pabrikan atau produsen selain Pengusaha Kena Pajak
sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, yang memiliki
tempat untuk melakukan kegiatan produksi; atau
- Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi persyaratan
tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf d.
|
(3) |
Kegiatan
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
- ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
- penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa
Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai;
- penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa
Kena Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut;
- ekspor Barang Kena Pajak Tidak Beranvujud; dan/atau
- ekspor Jasa Kena Pajak.
|
(4) |
Untuk
dapat ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Kena Pajak harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
- Pengusaha Kena Pajak merupakan Pengusaha Kena Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a sampai dengan huruf e;
- Pengusaha
Kena Pajak pabrikan atau produsen sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf e menyampaikan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai selama 12 (dua
belas) bulan terakhir dengan tepat waktu;
- Pengusaha Kena Pajak
tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan; dan
- Pengusaha Kena Pajak tidak
pemah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
|
Pasal 14
(1) |
Untuk
dapat ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4), Pengusaha Kena Pajak
mengajukan permohonan ke KPP tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan. |
(2) |
Permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan kelengkapan
dokumen sebagai berikut:
- untuk Pengusaha Kena Pajak Mitra Utama Kepabeanan,
dilampiri surat penetapan sebagai Mitra Utama Kepabeanan;
- untuk Pengusaha
Kena Pajak Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic
Operator), dilampiri surat penetapan sebagai Operator Ekonomi
Bersertifikat (Authorized Economic Operator); atau
- untuk pabrikan atau produsen, dilampiri
surat pemyataan mengenai keberadaan tempat untuk melakukan kegiatan
produksi.
|
(3) |
Berdasarkan
permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur
Jenderal Pajak melakukan penelitian pemenuhan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4). |
(4) |
Berdasarkan
hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal
Pajak memberikan keputusan berupa:
- menerima
permohonan Pengusaha Kena Pajak dengan menerbitkan keputusan penetapan
sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah, dalam hal permohonan
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4); atau
- menolak permohonan Pengusaha Kena Pajak dengan
menerbitkan pemberitahuan penolakan dimaksud, dalam hal permohonan
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4).
|
(5) |
Keputusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan paling lama 15
(lima belas) hari kerja sejak pennohonan diterima secara lengkap. |
(6) |
Apabila
sampai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
berakhir, Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, berlaku
ketentuan sebagai berikut :
- pemohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap
dikabulkan; dan
- Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan keputusan
penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah.
|
(7) |
Berdasarkan
data dan/atau informasi perpajakan yang dimiliki atau
diperoleh Direktorat Jenderal Pajak, Direktur Jenderal Pajak menetapkan
Pengusaha Kena Pajak sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah
secara jabatan dengan menerbitkan keputusan penetapan Pengusaha Kena
Pajak Berisiko Rendah. |
(8) |
Terhadap
Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi ketentuan Wajib Pajak
Persyaratan Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf
f diperlakukan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko rendah, sepanjang
memenuhi persyaratan dalam Pasal 13 ayat (4) huruf c dan huruf d,
dengan ketentuan sebagai berikut:
- Pengusaha Kena Pajak dimaksud tidak perlu
menyampaikan permohonan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
dan
- Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan keputusan
penetapan secara jabatan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah.
|
Pasal 15
(1) |
Keputusan
penetapan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) dan ayat (7) mulai berlaku sejak
tanggal ditetapkan sampai dengan dilakukan pencabutan penetapan oleh
Direktur Jenderal Pajak. |
(2) |
Pencabutan
keputusan penetapan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hai Pengusaha Kena
Pajak:
- dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;
- dipidana
karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
- tidak lagi memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (2).
|
(3) |
Direktur
Jenderal Pajak melakukan pencabutan penetapan Pengusaha Kena
Pajak Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan
menerbitkan keputusan pencabutan penetapan Pengusaha Kena Pajak
Berisiko Rendah dan memberitahukan keputusan pencabutan dimaksud kepada
Pengusaha Kena Pajak. |
(4) |
Pengusaha
Kena Pajak yang telah dicabut penetapannya sebagai Pengusaha
Kena Pajak Berisiko Rendah dapat mengajukan kembali permohonan
penetapan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14. |
Pasal 16
(1) |
Permohonan
Pengembalian Pendahuluan yang diajukan sejak Pengusaha Kena
Pajak ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah
berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri ini, diproses sesuai dengan
ketentuan Peraturan Menteri ini. |
(2) |
Untuk
memperoleh Pengembalian Pendahuluan, Pengusaha Kena Pajak
Berisiko Rendah harus mengajukan permohonan dengan cara mengisi kolom
Pengembalian Pendahuluan dalam SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai. |
(3) |
Berdasarkan
permohonan Pengembalian Pendahuluan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Direktur Jenderal Pajak terlebih dahulu melakukan
penelitian kewajiban formal Pengembalian Pendahuluan, yaitu meliputi:
- penetapan
Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah masih berlaku, kecuali Pengusaha
Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf f;
- Pengusaha
Kena Pajak tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan; dan
- Pengusaha Kena
Pajak tidak dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
|
(4) |
Dalam
hal Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah tidak memenuhi ketentuan
kewajiban formal Pengembalian Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada
ayat
(3), terhadap Pengusaha Kena Pajak tidak diberikan Pengembalian
Pendahuluan. |
(5) |
Dalam
hal Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal Pajak
menindaklanjuti dengan melakukan penelitian terhadap:
- pemenuhan kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (3);
- kebenaran penulisan dan penghitungan pajak;
- Pajak
Masukan yang dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah
telah dilaporkan dalam SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai oleh Pengusaha
Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak; dan
- Pajak Masukan yang dibayar sendiri oleh Pengusaha
Kena Pajak Berisiko Rendah telah divalidasi dengan NTPN.
|
(6) |
Penelitian
terhadap pemenuhan kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) huruf a dilakukan untuk memastikan Pengusaha Kena Pajak
melakukan kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(3) pada Masa Pajak yang diajukan permohonan Pengembalian Pendahuluan. |
(7) |
Penelitian
terhadap kebenaran penulisan dan penghitungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) huruf b dilakukan dengan memastikan
kebenaran
penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan/atau pembagian suatu bilangan
dalam penghitungan pajak. |
(8) |
Pajak Masukan
yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) huruf c dan huruf d tidak diperhitungkan sebagai
bagian
dari kelebihan pembayaran pajak. |
(9) |
Hasil penelitian
terhadap pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) digunakan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai dasar untuk
memberikan Pengembalian Pendahuluan kepada Pengusaha Kena Pajak
Berisiko Rendah. |
Pasal 17
(1) |
Berdasarkan
hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Direktur Jenderal
Pajak:
- menerbitkan SKPPKP, dalam hal:
- hasil
penelitian kewajiban formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat
(3) menunjukkan Pengusaha Kena Pajak memenuhi ketentuan kewajiban
formal dimaksud; dan
- hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16 ayat (9) menunjukkan terdapat kelebihan pembayaran pajak; atau
- tidak menerbitkan SKPPKP dan memberitahukan kepada
Pengusaha Kena Pajak, dalam hal:
- hasil
penelitian kewajiban formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat
(4) menunjukkan bahwa Pengusaha Kena Pajak tidak dapat diberikan
Pengembalian Pendahuluan; atau
- hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16 ayat (9) menunjukkan tidak terdapat kelebihan pembayaran pajak.
|
(2) |
SKPPKP
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau pemberitahuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diterbitkan paling lama 1
(satu) bulan sejak permohonan diterima. |
(3) |
Apabila
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlampaui dan
Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan SKPPKP atau pemberitahuan,
permohonan Pengusaha Kena Pajak dianggap dikabulkan dan Direktur
Jenderal Pajak menerbitkan SKPPKP setelah jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) berakhir. |
Pasal 18
(1) |
Dalam
hal jumlah kelebihan pembayaran pajak pada SKPPKP sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a tidak sama dengan jumlah dalam
permohonan Pengembalian Pendahuluan, Pengusaha Kena Pajak Berisiko
Rendah dapat mengajukan kembali permohonan Pengembalian Pendahuluan
atas selisih kelebihan pembayaran pajak yang belum dikembalikan melalui
surat tersendiri. |
(2) |
Dalam
hal Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah tidak meminta
pengembalian atas selisih kelebihan pembayaran pajak yang belum
dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Kena Pajak
Berisiko Rendah dapat melakukan pembetulan SPT Masa Pajak Pertambahan
Nilai pada Masa Pajak yang diajukan permohonan Pengembalian Pendahuluan. |
(3) |
Terhadap
permohonan Pengembalian Pendahuluan melalui surat tersendiri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5) sampai dengan ayat (9). |
BAB VI
KETENTUAN KHUSUS
Pasal 19
(1) |
Dalam
hal Wajib Pajak Kriteria Tertentu dan/atau Wajib Pajak
Persyaratan Tertentu juga ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
Berisiko Rendah, tata cara Pengembalian Pendahuluan Pajak Pertambahan
Nilai dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 sampai dengan Pasal 18 dan jika berdasarkan hasil pemeriksaan
diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, berlaku ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4f) Undang-Undang PPN. |
(2) |
Dalam
hal Wajib Pajak Kritera Tertentu, Wajib Pajak Persyaratan
Tertentu, atau Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah menyampaikan SPT
yang menyatakan lebih bayar dan SPT tersebut:
- tidak disertai permohonan Pengembalian Pendahuluan;
dan
- tidak
disertai permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak berdasarkan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP,
SPT tersebut ditindaklanjuti berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang KUP. |
(3) |
Dalam
hal Wajib Pajak Kritera Tertentu, Wajib Pajak Persyaratan
Tertentu, atau Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah menyampaikan SPT
yang menyatakan lebih bayar dan mengajukan permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP, SPT tersebut ditindaklanjuti
berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B
Undang-Undang KUP. |
(4) |
Dalam
hal berdasarkan hasil penelitian terhadap permohonan Pengembalian
Pendahuluan tidak diterbitkan SKPPKP, terhadap permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak ditindaklanjuti berdasarkan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP. |
Pasal 20
Direktur Jenderal Pajak dapat membatalkan keputusan pencabutan
penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu atau Pengusaha Kena Pajak
Berisiko Rendah, dalam hal terhadap Wajib Pajak tidak seharusnya
dilakukan pencabutan penetapan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (3) atau Pasal 15 ayat (3).
Pasal 21
(1) |
Direktur
Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak
Kriteria Tertentu, Wajib Pajak Persyaratan Tertentu, atau Pengusaha
Kena Pajak Berisiko Rendah yang telah memperoleh Pengembalian
Pendahuluan dan menerbitkan surat ketetapan pajak berdasarkan hasil
pemeriksaan tersebut. |
(2) |
Pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang
mengatur mengenai pemeriksaan. |
Pasal 22
Dokumen berupa:
- permohonan penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4;
- keputusan penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4;
- keputusan pencabutan penetapan Wajib Pajak Kriteria
Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5;
- permohonan penetapan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14;
- keputusan penetapan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14;
- surat pemberitahuan mengenai penolakan permohonan penetapan
Wajib Pajak Kriteria Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 atau
Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
14;
- keputusan pencabutan penetapan Pengusaha Kena Pajak
Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;
- permohonan Pengembalian Pendahuluan atas selisih kelebihan
pembayaran pajak yang belum dikembalikan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8, Pasal 12, dan Pasal 18;
- SKPPKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 11, dan
Pasal 17; dan
- surat pemberitahuan tidak dapat diberikan Pengembalian
Pendahuluan atau tidak terdapat kelebihan pembayaran pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 11, dan Pasal 17,
dibuat dengan menggunakan format sesuai dengan contoh tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
ini.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 23
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
- Wajib Pajak yang belum ditetapkan sebagai Wajib Pajak
Kriteria Tertentu sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dapat
menyampaikan permohonan penetapan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu
paling lama 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Peraturan Menteri ini;
- penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu berdasarkan
permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan paling lama 1
(satu) bulan setelah permohonan diterima sesuai dengan ketentuan dalam
Peraturan Menteri ini;
- terhadap penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu atau
Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah yang masih berlaku pada saat
Peraturan Menteri ini diundangkan, dilakukan penetapan kembali oleh
Direktur Jenderal paling lama 1 (satu) bulan sejak Peraturan Menteri
ini diundangkan;
- terhadap permohonan Pengembalian Pendahuluan bagi Wajib
Pajak Kriteria Tertentu, Wajib Pajak Persyaratan Tertentu, dan/atau
Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah yang belum diselesaikan
pengembaliannya sampai berlakunya Peraturan Menteri ini, diselesaikan
berdasarkan:
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.03/2012
tentang Tata Cara Penetapan dan Pencabutan Penetapan Wajib Pajak dengan
Kriteria Tertentu Dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan
Pembayaran Pajak;
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor
198/PMK.03/2013 tentang Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak bagi Wajib Pajak yang Memenuhi
Persyaratan Tertentu; atau
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.03/2010
tentang Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah yang Diberikan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak;
- Ketentuan pelaksanaan yang telah diterbitkan berdasarkan:
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.03/2010
tentang Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah yang Diberikan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 154);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.03/2012
tentang Tata Cara Penetapan dan Pencabutan Penetapan Wajib Pajak dengan
Kriteria Tertentu Dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan
Pembayaran Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor
526); dan
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor
198/PMK.03/2013 tentang Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak bagi Wajib Pajak yang Memenuhi
Persyaratan Tertentu (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor
1556),
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 24
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.03/2010
tentang Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah yang Diberikan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 154);
- Ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 7 Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010
tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai atau
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 155);
- Ketentuan Pasal 18A Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011
tentang Kawasan Berikat (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 558) sebagaimana telah beberapa kali diubah, dengan Peraturan
Menteri Keuangan:
- Nomor 255/PMK.04/2011
tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011
tentang Kawasan Berikat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 944);
- Nomor 44/PMK.04/2012
tentang Perubahan Kedua
atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
147/PMK.04/2011
tentang Kawasan Berikat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 317);
- Nomor 120/PMK.04/2013
tentang Perubahan Ketiga
atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
147/PMK.04/2011
tentang Kawasan Berikat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013
Nomor 1057);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.03/2012
tentang Tata Cara Penetapan dan Pencabutan Penetapan Wajib Pajak dengan
Kriteria Tertentu Dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan
Pembayaran Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor
526); dan
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.03/2013
tentang Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak bagi Wajib
Pajak yang Memenuhi Persyaratan Tertentu (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 1556),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 25
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 12 April 2018
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 April 2018
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR 514